KETIKA KEMERDEKAAN HANYA SIMBOL, BUKAN SUBSTANSI

Oleh : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis

Apakah kita benar-benar merdeka, atau hanya mengganti bendera penjajah dengan bendera sendiri? Dulu umat Islam mampu menaklukkan dua imperium besar, namun runtuh karena perpecahan. Kini, meski penjajah asing telah pergi, belenggu pemikiran masih mengekang. Jika akal tetap terjajah, maka kemerdekaan hanyalah simbol yang menipu, bukan substansi yang membebaskan.

📌 Pengantar

Sejarah bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan cermin yang menyingkap wajah kita hari ini. Umat Islam pernah berdiri di puncak peradaban: Baghdad dengan perpustakaannya, Andalus dengan rumah sakit dan madrasahnya, serta pemimpin-pemimpin adil seperti Umar bin Khattab dan Ṣalāḥuddīn al-Ayyubi. Namun semua itu runtuh saat perpecahan internal merajai, hingga bangsa kecil seperti Mongol dan Belanda mampu menaklukkan umat yang besar jumlahnya. Pertanyaan tajam pun muncul: apakah benar kita telah merdeka, atau hanya sekadar berganti tuan dari penjajahan fisik ke penjajahan pemikiran?

Hari ini, kita merayakan kemerdekaan dengan gegap gempita, tapi apakah jiwa kita bebas dari belenggu cara berfikir lama? Tadzkirah ini mengetuk kesadaran bahwa kemerdekaan sejati bukan hanya berdiri di bawah bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan, melainkan membebaskan akal dari ketertinggalan, menghidupkan kembali tradisi ilmu, serta menegakkan keadilan. Inilah refleksi yang tidak nyaman, tapi justru diperlukan: bangsa yang benar-benar merdeka adalah bangsa yang tidak lagi menjadi tawanan sejarah, melainkan penulis bab baru kejayaannya sendiri. 


📖 Rangkuman Faedah Lengkap

1️⃣ Pembukaan & Hari Kemerdekaan

  • Isi: Seruan takwa (QS. Ali ‘Imran:102), pengingat kematian dalam Islam, lalu dikaitkan dengan Hari Kemerdekaan 31 Ogos. Penegasan: cinta tanah air adalah fitrah, meskipun ungkapan “hubbul watan minal iman” bukan hadits sahih.

  • Faedah:

    • Cinta tanah air adalah naluri manusiawi yang tidak bertentangan dengan agama.

    • Perayaan nasional seharusnya diikat dengan nilai ketakwaan agar tidak sekadar simbolik.


2️⃣ Cinta Tanah Air & Teladan Nabi ﷺ

  • Isi: Kisah Nabi ﷺ diusir dari Mekah → hijrah ke Madinah. Dalam riwayat Tirmidzi, Nabi menegaskan kecintaannya kepada Mekah, namun tetap berhijrah demi dakwah.

  • Faedah:

    • Teladan Nabi: patriotisme harus selaras dengan ketaatan kepada Allah.

    • Kecintaan pada negeri tidak boleh menghalangi perjuangan menegakkan kebenaran.

PERJUANGAN YANG TAK PERNAH BERAKHIR

Oleh : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis

Dalam dunia yang mengagungkan hasil instan dan status sosial, tadzkirah ini mengajak kita berhenti sejenak dan menilai ulang: apakah kita sungguh-sungguh mengejar yang hakiki, atau justru sedang tenggelam dalam tipuan dunia yang fana?


📘 Dalam hiruk-pikuk kehidupan modern yang serba cepat, manusia semakin kehilangan arah dalam memahami apa itu makna sejati dari kehidupan yang berhasil. Terlalu sering kita terperangkap dalam paradigma duniawi: mengejar gelar, kekayaan, pengaruh sosial, hingga status yang melenakan. Namun benarkah semua itu adalah indikator keberhasilan hakiki?

🌟 Tadzkirah ini menawarkan sebuah perspektif yang menggugah kesadaran—bahwa ada satu perjuangan yang tak pernah selesai, satu misi hidup yang melampaui batas usia, status, atau pencapaian duniawi: yakni perjuangan untuk menyelamatkan diri dari neraka dan meraih syurga Allah ﷻ.

📢 Dengan bahasa yang lugas namun menyentuh, tadzkirah ini mengajak kita untuk merefleksi—apa sebenarnya yang sedang kita perjuangkan setiap hari? Apakah perjuangan kita sejalan dengan tujuan akhir kehidupan menurut Islam?

💡 Bagi Anda yang tengah mencari pencerahan, motivasi, dan arah hidup yang lebih hakiki, tadzkirah ini bukan sekadar audio biasa, tapi pelita bagi jiwa. Dengarkan hingga akhir, dan rasakan bagaimana semangat perjuangan dalam diri Anda bangkit kembali—tanpa perlu menunggu usia senja.

🔥 "Jika engkau merasa letih berjuang di dunia ini, maka bayangkan satu celupan dalam syurga mampu menghapus semua luka. Tapi satu celupan dalam neraka, cukup untuk menghapus semua nikmat dunia..." —Sebuah kalimat yang akan mengguncang persepsi Anda tentang hidup.

🎧 Dengarkan sampai akhir. Ini bukan hanya tentang nasihat—tapi tentang masa depanmu.


📚 Ringkasan Faedah Tadzkirah

1️⃣ Perjuangan Hidup Tak Berakhir di Usia Tua

Meskipun seseorang telah lanjut usia, perjuangan menuju akhir yang baik (ḥusnul khātimah) tidak pernah usai. Bahkan semakin tua seseorang, perjuangannya justru makin berat karena semakin dekat dengan kematian. Ini mengingatkan pentingnya kesungguhan beragama hingga akhir hayat.

JIHAD: ANTARA DISTORSI MAKNA DAN AMANAH SYARIAT

Ketika agama dijadikan konten dan perjuangan direduksi menjadi tontonan, siapa yang masih berani berdiri menegakkan kebenaran? Tadzkirah ini membuka mata tentang hakikat jihad—bukan hanya pada medan tempur, tapi pada medan ilmu, lisan, dan jiwa. Sebuah panggilan intelektual dan spiritual bagi setiap Muslim untuk memahami perintah ini secara benar dan bertanggung jawab.

Oleh: Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis - Arsip Perkampungan Sunnah siri ke 9 05/2024

Perkampungan Sunnah Siri Ke-9, Tajuk JIHAD, MEMARTABATKAN DAKWAH MEMPERTAHANKAN UMMAH. Tarikh 3-5 Mei 2024 di Masjid Alwi Kangar Perlis. Diselenggarakan oleh Majlis Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu Perlis.


🧭 Pengantar

Dalam wacana keilmuan Islam, jihad bukanlah sekadar istilah yang diasosiasikan dengan kekerasan, tetapi merupakan konsep agung yang mencerminkan tanggung jawab seorang Muslim terhadap agamanya. Sayangnya, dalam dunia kontemporer yang dipenuhi misinformasi dan framing negatif terhadap Islam, istilah ini sering kali menjadi sumber fitnah, ketakutan, dan kesalahpahaman. Banyak Muslim hari ini enggan menyebut kata “jihad” karena khawatir dicap ekstremis, radikal, atau bahkan teroris.

Padahal, dalam Al-Qur’an dan Hadis, jihad adalah bagian integral dari keimanan yang tidak bisa dipisahkan dari karakter seorang mukmin sejati. Namun yang lebih memprihatinkan, jihad hari ini tak hanya ditolak oleh musuh Islam, tetapi juga diabaikan oleh umat Islam sendiri. Banyak yang puas dengan ibadah individual seperti shalat dan puasa, namun abai terhadap perintah berjihad dalam bentuk membela agama, menyampaikan kebenaran, dan menghadapi penyimpangan dengan hujah yang ilmiah.

Tadzkirah ini hadir untuk meluruskan makna jihad secara ilmiah dan ruhani, membongkar narasi-narasi menyesatkan, serta menyeru umat agar kembali menapaki jalan jihad dalam segala bentuknya—dari tangan, lisan, hingga hati. Karena jihad bukan milik kelompok tertentu, tapi kewajiban syar’i yang relevan sepanjang zaman. Jangan biarkan istilah ini hanya hidup di lisan musuh Islam, padahal ia sejatinya adalah mahkota iman.


📚 Rangkuman Faedah Ilmiah


🔹 1. Makna Jihad dalam Islam yang Komprehensif

Jihad bukan hanya bermakna peperangan fisik. Ia mencakup perjuangan dengan:

  • Harta dan jiwa (fi sabilillah) sebagai ciri mukmin sejati.

  • Lisan dan hujah, sebagaimana penekanan Al-Qur’an dalam jihadul-hujjah.

  • Hati, sebagai bentuk minimal keimanan ketika tidak mampu berbuat secara fisik.


ARTI SEBUAH HIJRAH

SAATNYA BERANI TINGGALKAN KENYAMANAN DEMI KEBENARAN

Oleh : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis

Tak semua yang nyaman itu baik, dan tak semua yang menyakitkan itu buruk. Dalam hidup, akan datang saat ketika kita harus meninggalkan sesuatu yang kita cintai—demi sesuatu yang lebih agung: kejujuran hati, kemurnian iman, dan keridhaan Allah. Tadzkirah ini bukan sekadar kisah pindah tempat, tapi ajakan untuk menilai ulang siapa yang ada di sekeliling kita, dan sejauh mana mereka mendekatkan atau menjauhkan kita dari surga.  


📘 Pengantar 

Dalam perjalanan sejarah umat Islam, hijrah Nabi ﷺ dari Makkah ke Madinah bukan hanya sebuah peristiwa perpindahan geografis. Ia adalah simbol perubahan arah hidup: dari kompromi menuju prinsip, dari keterikatan dunia menuju keterikatan kepada Allah.

Namun, sayangnya, makna hijrah dalam kehidupan modern sering direduksi menjadi simbolisme seremonial—arak-arakan, peringatan tahunan, atau jargon perubahan. Padahal, inti hijrah adalah keberanian spiritual untuk meninggalkan apa pun yang menghalangi kita dari kebenaran, meski itu berarti meninggalkan sahabat, keluarga, status, atau zona nyaman kita sendiri.

Tadzkirah ini mengurai hakikat hijrah sebagai proses memilih kebenaran meski harus kehilangan banyak hal. Lebih dalam lagi, ia menyentuh satu hal yang sering kita abaikan: betapa kuatnya pengaruh lingkungan dan teman terhadap nasib akhir kita.


📚 Ringkasan Faedah Tadzkirah


1️⃣ Hijrah adalah Keputusan Berani Meninggalkan Lingkungan yang Merusak

Hijrah bukan hanya berpindah tempat, tapi meninggalkan suasana yang menghalangi kita dari hidup dalam iman. Bahkan jika tempat itu memiliki nostalgia, nilai sejarah, atau kenyamanan duniawi, hijrah mengajarkan bahwa ridha Allah lebih penting daripada kenyamanan manusia.

🌿 “Hijrah adalah pilihan spiritual: meninggalkan tempat atau lingkungan yang menyesatkan demi kehidupan yang lebih dekat dengan Allah.”


TANPA ZIKIR, KAU HANYA BONEKA DUNIA YANG MENUNGGU HANCUR

Oleh : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis - Arsip 01-2023, Program Ziyarah Jabatan Mufti Negeri Perlis ke Masjid-masjid

Di dunia yang serba cepat dan penuh tekanan ini, ramai orang mencari "jalan pintas" untuk merasa bahagia, tenteram, dan sukses. Ada yang berlari mengejar harta, ada yang haus pujian manusia, ada yang penat menyesuaikan diri hanya demi diterima ramai.

Namun hakikatnya, makin dikejar, makin penat. Makin diburu, makin kosong. Dunia menawarkan begitu banyak kesibukan, tapi hanya sedikit yang memberikan kedamaian. Apa sebabnya? Kerana manusia lupa pada satu kunci utama yang sering kita abaikan: ZIKIR — mengingati Allah.

Note: jika dalam audio disebut istilah Mat Salih (istilah Melayu), maksudnya adalah orang putih atau bule.



📖 Zikir: Lebih dari Sekadar Lafaz, Ia Kunci Ketenangan dan Rahasia Keajaiban Hidup

Dalam sebuah sesi istimewa di Program Ziarah Jabatan Mufti Perlis, bersama Mufti SS Dato’ Prof. Dr. MAZA, terungkap hakikat, rahasia, dan keajaiban zikir yang sering kita remehkan. Bahkan lebih dalam dari itu, beliau mengingatkan: Jangan jadikan zikir sekadar lafaz lidah, tapi hadirkan Allah dalam hati.

Zikir bukan jampi, bukan mantera untuk kekayaan atau populariti. Ia adalah penghubung antara kita dengan Sang Pencipta. Zikir bukan sekadar “kiraan” berapa kali kita lafazkan, tetapi bagaimana ruh kita hadir bersama Allah setiap kali bibir ini menyebut nama-Nya.

Kalau anda rasa hidup penuh resah, dunia makin sempit, jalan terasa buntu, mungkin sudah saatnya anda kembali kepada kekuatan paling purba dalam diri seorang Muslim: ZIKIR.

📌 Berikut ringkasan komprehensif dari kajian penuh tersebut — lengkap dengan hikmah, dalil, dan pengalaman spiritual. 


✍️ RINGKASAN POIN-POIN UTAMA

  1. Definisi Zikir

    • Zikir bermaksud mengingati Allah. Bukan hanya lafaz di lidah, tetapi hadirnya hati bersama Allah.

    • Imam Nawawi menyebut dalam Al-Adzkar:
      الذكر هو حضور القلب مع الله
      “Zikir itu menghadirkan hati bersama Allah.”

  2. Tujuan Agama

    • Seluruh amalan dalam agama — solat, puasa, zakat, haji, sedekah — semuanya bertujuan mendekatkan diri kepada Allah.

    • Jika seorang Mufti, Syekh, bahkan penceramah agama sekalipun tidak menghadirkan Allah dalam diri, maka sia-sia amalnya.

    • “Kalau sapu sampah pun, tapi hati sentiasa ingat Allah — dia lebih baik daripada yang alim tapi lalai.”

KETIKA KEBENARAN MENJADI TERANG DI TENGAH DUNIA YANG MEMBINGUNGKAN

Oleh: Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis

Mengapa ada orang yang terus merasa kosong meskipun sukses? Mengapa sebagian lainnya terlihat tenang, meski dunia tidak memihak? Tadzkirah ini menjelaskan bahwa kunci membedakan hak dan batil, pahit dan manis, serta kesuksesan sejati dalam hidup adalah satu: Al-Furqan, yakni Al-Qur’an yang mampu menanamkan kejelasan dan rasa yang benar dalam jiwa manusia.


✨ Dalam lintasan sejarah dan kehidupan manusia, kemampuan membedakan antara yang hak dan batil bukanlah kelebihan biasa—melainkan anugerah Ilahi yang menentukan arah hidup seseorang. Itulah hakikat Al-Furqan, salah satu nama agung dari Al-Qur’an. Sebuah kitab yang bukan hanya diturunkan sebagai bacaan suci, tapi sebagai instrumen perubahan persepsi dan jiwa.

Tadzkirah ini membedah dengan sangat menyentuh bagaimana Al-Qur’an menjadi "furqan" sejati—pembeda mutlak antara kebenaran dan kepalsuan. Betapa banyak manusia hari ini yang tidak bisa lagi membedakan antara jalan yang membawa ketenangan dan jalan yang menyesatkan, karena kehilangan rasa batin yang sehat.

Sebagian dari kita mengejar dunia tanpa henti, tetapi tetap merasa kosong. Yang lain mencapai puncak, namun kehilangan arah. Dalam kondisi seperti ini, fungsi Al-Qur’an bukan sekadar sebagai teks, tetapi sebagai "penyaring batin" yang menanamkan rasa dan arah hidup yang benar.


📚 Ringkasan Faedah Tadzkirah

1️⃣ Al-Qur’an Menjadi Furqan: Kemampuan Membeda yang Menyelamatkan

Al-Furqan berarti kemampuan membedakan antara yang benar dan salah. Tanpa furqan, manusia kehilangan arah. Bahkan mengenali rumah sendiri atau pasangan sendiri pun bisa keliru—apakah lagi dalam memahami hakikat hidup? Al-Qur’an diturunkan untuk menghidupkan kembali fungsi ini dalam jiwa manusia.

🌿 “Jika seseorang membaca Al-Qur’an tapi tidak bisa membedakan antara yang hak dan batil, maka sejatinya ia belum benar-benar membaca Al-Qur’an.”


TIADA PERANTARA: AGAMA YANG MURNI, AKIDAH YANG LURUS

Ketika agama dibajak oleh kepentingan segelintir manusia dan perantara dijadikan jalan untuk menguasai jiwa umat, maka sudah saatnya kita kembali kepada fitrah Islam: menghubungkan hati dengan Allah secara langsung—tanpa perantara, tanpa perniagaan atas nama ketuhanan. Tadzkirah ini adalah panggilan untuk membongkar eksploitasi berkedok agama dan mengembalikan akidah kepada jalur yang murni, sebagaimana dibawa oleh para Nabi.

Oleh : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis


📘 Dalam sejarah panjang agama-agama di dunia, salah satu penyimpangan paling serius adalah hadirnya “orang tengah” yang mengaku sebagai satu-satunya jalan penghubung antara manusia dan Tuhan. Mereka menjadi juru bicara surga, penjaga kebenaran, bahkan penjaga pintu taubat—hingga umat merasa tak layak berdoa kecuali lewat mereka. Sayangnya, realita ini juga menyelinap ke tengah umat Islam.

Tadzkirah ini mengupas dengan tajam fenomena eksploitasi agama oleh sebagian golongan yang menjadikan konsep perantara (wasilah yang batil) sebagai alat manipulasi. Mereka menjual citra "kesucian" dan "kedekatan dengan Tuhan", lalu memonopoli harapan dan ketakutan umat. Akibatnya, sebagian umat mulai merasa bahwa hubungan mereka dengan Allah terlalu jauh, dan hanya bisa ditempuh melalui para wali, tok guru, atau bahkan kubur.

Padahal Islam datang sebagai agama yang memuliakan akal dan membebaskan jiwa. Allah ﷻ membuka pintu-Nya untuk setiap hamba—tanpa sekat, tanpa birokrasi ruhani. Islam tidak mengenal konfesi dosa kepada manusia, tidak mengenal syarat berdoa melalui jasad tertentu, dan tidak memberi otoritas apapun kepada siapa pun untuk menjadi “perantara tetap” antara manusia dan Tuhan.

Tadzkirah ini bukan hanya kritik terhadap penyimpangan, tetapi juga seruan untuk kembali kepada kemurnian akidah tauhid, sebagaimana firman Allah ﷻ dalam Surah Az-Zumar:

أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ
"Ketahuilah, hanya bagi Allah-lah agama yang murni (bersih dari syirik)." (Az-Zumar: 3)

Jika Anda pernah merasa harus melalui “orang suci” untuk bisa didengar oleh Allah, maka tadzkirah ini akan menjadi lentera untuk membebaskan hati Anda—dan menyambung kembali hubungan ruhani langsung dengan Rabbul ‘Ālamīn.


📚 Ringkasan Faedah Tadzkirah

1️⃣ Agama Islam: Hubungan Langsung dengan Allah

Islam adalah agama yang memuliakan hubungan langsung antara hamba dan Tuhannya. Tidak ada keperluan untuk perantara ruhani dalam berdoa, bertobat, atau mendekatkan diri kepada Allah. Semua hamba memiliki akses setara untuk bermunajat langsung kepada-Nya.

🌸 "Tidak ada mufti, ustadz, wali, atau guru agama yang menjadi perantara mutlak antara manusia dan Allah. Yang ada hanyalah amal dan doa yang ikhlas."


2️⃣ Penolakan terhadap Budaya Pengakuan Dosa kepada Manusia

Islam tidak mengenal ritual seperti pengakuan dosa di hadapan sesama manusia (confession). Bahkan ketika seorang sahabat mengaku berbuat salah, Nabi ﷺ tidak menghukumnya melainkan mengarahkannya kepada pertaubatan dan kebaikan sebagai penebus.

💬 "Kebaikan itu memadamkan kejahatan."