Saat kita mengira bahwa Islam hanya bernafas di negeri-negeri Muslim, Kigali — ibu kota Rwanda — justru memberi kejutan: kota bersih, masyarakat tertib, dan ulama Muslim berdialog damai dengan pemerintah yang non-Muslim.
Oleh: Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan
Negeri Perlis - Arsip Kunjungan Kerajaan ke Rwanda dan Kenya , 07/2025
๐ Islam dalam Nilai, Bukan Sekadar Nama: Belajar dari Negeri yang Kita Remehkan
Dalam banyak ayat dan atsar, Islam memerintahkan tegaknya nilai-nilai moral dan sosial yang universal—bukan sekadar simbol, struktur, atau status keagamaan. Allah ๏ทป berfirman dalam Surah An-Naแธฅl:
ุฅَِّู ุงََّููู َูุฃْู
ُุฑُ ุจِุงْูุนَุฏِْู َูุงูุฅِุญْุณَุงِู
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat ihsan (kebaikan sempurna).” (QS. An-Naแธฅl: 90)
Ayat ini merupakan landasan agung bagi tatanan masyarakat, di mana keadilan adalah fondasi dan ihsan adalah puncaknya. Dalam lanjutan tafsir ayat ini, para ulama menjelaskan bahwa negara atau masyarakat mana pun yang menegakkan dua unsur ini—adil dan ihsan—akan diberi keteguhan dan keberlangsungan, meskipun secara formal mereka bukan Muslim.
๐ง Hal ini ditegaskan pula oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah ุฑุญู
ู ุงููู dalam kaidah sosial-politik yang tajam dan tak lekang oleh zaman:
ุฅَِّู ุงََّููู ُِูููู
ُ ุงูุฏََّْููุฉَ ุงูุนَุงุฏَِูุฉَ َูุฅِْู َูุงَูุชْ َูุงِูุฑَุฉً، َُُِْููููู ุงูุฏََّْููุฉَ ุงูุธَّุงِูู
َุฉَ َูุฅِْู َูุงَูุชْ ู
ُุณِْูู
َุฉً
“Sesungguhnya Allah akan menegakkan negara yang adil walaupun kafir, dan Allah akan menghancurkan negara yang zalim walaupun Muslim.” (Majmลซ‘ al-Fatฤwฤ 28/146)
Pernyataan ini membuka mata kita bahwa keberlangsungan suatu bangsa tidak bergantung pada label agama, tetapi pada konsistensinya dalam menegakkan keadilan dan menjauhi kezaliman.
Rwanda, negara kecil di Afrika Timur yang bukan negara Muslim, dan presidennya seorang Katolik, justru memberi pelajaran moral yang menyentak:
• Kota bersih dan bebas dari plastik
• Masyarakat tenang dan tertib
• Pemerintah tegas namun berwibawa
• Sistem sosial berjalan tanpa kekacauan
Semua itu terjadi tanpa adanya jargon “syariah” di konstitusi mereka. Tapi nilai-nilai Islam seperti kebersihan, amanah, dan ketertiban hidup dalam praktik sehari-hari.
Sementara itu, tak sedikit negeri yang mayoritasnya Muslim malah dirundung krisis: korupsi sistemik, kerusuhan politik, layanan publik yang kacau, dan umat sibuk bertengkar atas nama agama—tapi lupa menegakkan keadilan dan ihsan yang diperintahkan Tuhan mereka.
๐ Tazkirah ini bukan ajakan untuk membandingkan secara kasar antara Muslim dan non-Muslim, tapi refleksi kritis terhadap kondisi internal umat. Bahwa selama kita masih mengira Islam cukup diwakili oleh nama, simbol, atau orasi politik—dan bukan oleh nilai yang hidup dalam masyarakat—maka kita akan terus tertinggal dari mereka yang justru menjalankan prinsip-prinsip Islam meski tak mengakuinya.
๐ฃ Maka, inilah saatnya kita bertanya jujur:
Apakah kita masih pejuang Islam sejati, atau sekadar pewaris identitas kosong?
๐ Ringkasan Faedah Lengkap: “Tazkirah dari Kigali, Rwanda”
1️⃣ Rwanda sebagai Cermin Sosial: Disiplin dalam Realita
-
Rwanda kini bersih, tertib, dan bebas dari plastik sekali pakai. Pemerintah menegakkan aturan dengan tegas, rakyat mematuhinya dengan tenang.
-
Meskipun bukan negara Islam, nilai-nilai yang diamalkan mencerminkan ajaran Islam — terutama dalam kebersihan, keteraturan, dan ketenangan sosial.
2️⃣ Genosida 1994 dan Kebangkitan Nasional
-
Rwanda pernah luluh lantak akibat konflik suku Hutu-Tutsi yang menewaskan hampir 1 juta jiwa.
-
Namun dengan kepemimpinan yang tegas dan rekonsiliasi nasional, negara ini bangkit dan menjadi model keteraturan.
-
Pelajaran: kesatuan dan visi kepemimpinan bisa mengubah bangsa yang hancur menjadi simbol kemajuan.