PERJUANGAN YANG TAK PERNAH BERAKHIR

Oleh : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis

Dalam dunia yang mengagungkan hasil instan dan status sosial, tadzkirah ini mengajak kita berhenti sejenak dan menilai ulang: apakah kita sungguh-sungguh mengejar yang hakiki, atau justru sedang tenggelam dalam tipuan dunia yang fana?


๐Ÿ“˜ Dalam hiruk-pikuk kehidupan modern yang serba cepat, manusia semakin kehilangan arah dalam memahami apa itu makna sejati dari kehidupan yang berhasil. Terlalu sering kita terperangkap dalam paradigma duniawi: mengejar gelar, kekayaan, pengaruh sosial, hingga status yang melenakan. Namun benarkah semua itu adalah indikator keberhasilan hakiki?

๐ŸŒŸ Tadzkirah ini menawarkan sebuah perspektif yang menggugah kesadaran—bahwa ada satu perjuangan yang tak pernah selesai, satu misi hidup yang melampaui batas usia, status, atau pencapaian duniawi: yakni perjuangan untuk menyelamatkan diri dari neraka dan meraih syurga Allah ๏ทป.

๐Ÿ“ข Dengan bahasa yang lugas namun menyentuh, tadzkirah ini mengajak kita untuk merefleksi—apa sebenarnya yang sedang kita perjuangkan setiap hari? Apakah perjuangan kita sejalan dengan tujuan akhir kehidupan menurut Islam?

๐Ÿ’ก Bagi Anda yang tengah mencari pencerahan, motivasi, dan arah hidup yang lebih hakiki, tadzkirah ini bukan sekadar audio biasa, tapi pelita bagi jiwa. Dengarkan hingga akhir, dan rasakan bagaimana semangat perjuangan dalam diri Anda bangkit kembali—tanpa perlu menunggu usia senja.

๐Ÿ”ฅ "Jika engkau merasa letih berjuang di dunia ini, maka bayangkan satu celupan dalam syurga mampu menghapus semua luka. Tapi satu celupan dalam neraka, cukup untuk menghapus semua nikmat dunia..." —Sebuah kalimat yang akan mengguncang persepsi Anda tentang hidup.

๐ŸŽง Dengarkan sampai akhir. Ini bukan hanya tentang nasihat—tapi tentang masa depanmu.


๐Ÿ“š Ringkasan Faedah Tadzkirah

1️⃣ Perjuangan Hidup Tak Berakhir di Usia Tua

Meskipun seseorang telah lanjut usia, perjuangan menuju akhir yang baik (แธฅusnul khฤtimah) tidak pernah usai. Bahkan semakin tua seseorang, perjuangannya justru makin berat karena semakin dekat dengan kematian. Ini mengingatkan pentingnya kesungguhan beragama hingga akhir hayat.

JIHAD: ANTARA DISTORSI MAKNA DAN AMANAH SYARIAT

Ketika agama dijadikan konten dan perjuangan direduksi menjadi tontonan, siapa yang masih berani berdiri menegakkan kebenaran? Tadzkirah ini membuka mata tentang hakikat jihad—bukan hanya pada medan tempur, tapi pada medan ilmu, lisan, dan jiwa. Sebuah panggilan intelektual dan spiritual bagi setiap Muslim untuk memahami perintah ini secara benar dan bertanggung jawab.

Oleh: Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis - Arsip Perkampungan Sunnah siri ke 9 05/2024

Perkampungan Sunnah Siri Ke-9, Tajuk JIHAD, MEMARTABATKAN DAKWAH MEMPERTAHANKAN UMMAH. Tarikh 3-5 Mei 2024 di Masjid Alwi Kangar Perlis. Diselenggarakan oleh Majlis Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu Perlis.


๐Ÿงญ Pengantar

Dalam wacana keilmuan Islam, jihad bukanlah sekadar istilah yang diasosiasikan dengan kekerasan, tetapi merupakan konsep agung yang mencerminkan tanggung jawab seorang Muslim terhadap agamanya. Sayangnya, dalam dunia kontemporer yang dipenuhi misinformasi dan framing negatif terhadap Islam, istilah ini sering kali menjadi sumber fitnah, ketakutan, dan kesalahpahaman. Banyak Muslim hari ini enggan menyebut kata “jihad” karena khawatir dicap ekstremis, radikal, atau bahkan teroris.

Padahal, dalam Al-Qur’an dan Hadis, jihad adalah bagian integral dari keimanan yang tidak bisa dipisahkan dari karakter seorang mukmin sejati. Namun yang lebih memprihatinkan, jihad hari ini tak hanya ditolak oleh musuh Islam, tetapi juga diabaikan oleh umat Islam sendiri. Banyak yang puas dengan ibadah individual seperti shalat dan puasa, namun abai terhadap perintah berjihad dalam bentuk membela agama, menyampaikan kebenaran, dan menghadapi penyimpangan dengan hujah yang ilmiah.

Tadzkirah ini hadir untuk meluruskan makna jihad secara ilmiah dan ruhani, membongkar narasi-narasi menyesatkan, serta menyeru umat agar kembali menapaki jalan jihad dalam segala bentuknya—dari tangan, lisan, hingga hati. Karena jihad bukan milik kelompok tertentu, tapi kewajiban syar’i yang relevan sepanjang zaman. Jangan biarkan istilah ini hanya hidup di lisan musuh Islam, padahal ia sejatinya adalah mahkota iman.


๐Ÿ“š Rangkuman Faedah Ilmiah


๐Ÿ”น 1. Makna Jihad dalam Islam yang Komprehensif

Jihad bukan hanya bermakna peperangan fisik. Ia mencakup perjuangan dengan:

  • Harta dan jiwa (fi sabilillah) sebagai ciri mukmin sejati.

  • Lisan dan hujah, sebagaimana penekanan Al-Qur’an dalam jihadul-hujjah.

  • Hati, sebagai bentuk minimal keimanan ketika tidak mampu berbuat secara fisik.


ARTI SEBUAH HIJRAH

SAATNYA BERANI TINGGALKAN KENYAMANAN DEMI KEBENARAN

Oleh : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis

Tak semua yang nyaman itu baik, dan tak semua yang menyakitkan itu buruk. Dalam hidup, akan datang saat ketika kita harus meninggalkan sesuatu yang kita cintai—demi sesuatu yang lebih agung: kejujuran hati, kemurnian iman, dan keridhaan Allah. Tadzkirah ini bukan sekadar kisah pindah tempat, tapi ajakan untuk menilai ulang siapa yang ada di sekeliling kita, dan sejauh mana mereka mendekatkan atau menjauhkan kita dari surga.  


๐Ÿ“˜ Pengantar 

Dalam perjalanan sejarah umat Islam, hijrah Nabi ๏ทบ dari Makkah ke Madinah bukan hanya sebuah peristiwa perpindahan geografis. Ia adalah simbol perubahan arah hidup: dari kompromi menuju prinsip, dari keterikatan dunia menuju keterikatan kepada Allah.

Namun, sayangnya, makna hijrah dalam kehidupan modern sering direduksi menjadi simbolisme seremonial—arak-arakan, peringatan tahunan, atau jargon perubahan. Padahal, inti hijrah adalah keberanian spiritual untuk meninggalkan apa pun yang menghalangi kita dari kebenaran, meski itu berarti meninggalkan sahabat, keluarga, status, atau zona nyaman kita sendiri.

Tadzkirah ini mengurai hakikat hijrah sebagai proses memilih kebenaran meski harus kehilangan banyak hal. Lebih dalam lagi, ia menyentuh satu hal yang sering kita abaikan: betapa kuatnya pengaruh lingkungan dan teman terhadap nasib akhir kita.


๐Ÿ“š Ringkasan Faedah Tadzkirah


1️⃣ Hijrah adalah Keputusan Berani Meninggalkan Lingkungan yang Merusak

Hijrah bukan hanya berpindah tempat, tapi meninggalkan suasana yang menghalangi kita dari hidup dalam iman. Bahkan jika tempat itu memiliki nostalgia, nilai sejarah, atau kenyamanan duniawi, hijrah mengajarkan bahwa ridha Allah lebih penting daripada kenyamanan manusia.

๐ŸŒฟ “Hijrah adalah pilihan spiritual: meninggalkan tempat atau lingkungan yang menyesatkan demi kehidupan yang lebih dekat dengan Allah.”


TANPA ZIKIR, KAU HANYA BONEKA DUNIA YANG MENUNGGU HANCUR

Oleh : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis - Arsip 01-2023, Program Ziyarah Jabatan Mufti Negeri Perlis ke Masjid-masjid

Di dunia yang serba cepat dan penuh tekanan ini, ramai orang mencari "jalan pintas" untuk merasa bahagia, tenteram, dan sukses. Ada yang berlari mengejar harta, ada yang haus pujian manusia, ada yang penat menyesuaikan diri hanya demi diterima ramai.

Namun hakikatnya, makin dikejar, makin penat. Makin diburu, makin kosong. Dunia menawarkan begitu banyak kesibukan, tapi hanya sedikit yang memberikan kedamaian. Apa sebabnya? Kerana manusia lupa pada satu kunci utama yang sering kita abaikan: ZIKIR — mengingati Allah.

Note: jika dalam audio disebut istilah Mat Salih (istilah Melayu), maksudnya adalah orang putih atau bule.



๐Ÿ“– Zikir: Lebih dari Sekadar Lafaz, Ia Kunci Ketenangan dan Rahasia Keajaiban Hidup

Dalam sebuah sesi istimewa di Program Ziarah Jabatan Mufti Perlis, bersama Mufti SS Dato’ Prof. Dr. MAZA, terungkap hakikat, rahasia, dan keajaiban zikir yang sering kita remehkan. Bahkan lebih dalam dari itu, beliau mengingatkan: Jangan jadikan zikir sekadar lafaz lidah, tapi hadirkan Allah dalam hati.

Zikir bukan jampi, bukan mantera untuk kekayaan atau populariti. Ia adalah penghubung antara kita dengan Sang Pencipta. Zikir bukan sekadar “kiraan” berapa kali kita lafazkan, tetapi bagaimana ruh kita hadir bersama Allah setiap kali bibir ini menyebut nama-Nya.

Kalau anda rasa hidup penuh resah, dunia makin sempit, jalan terasa buntu, mungkin sudah saatnya anda kembali kepada kekuatan paling purba dalam diri seorang Muslim: ZIKIR.

๐Ÿ“Œ Berikut ringkasan komprehensif dari kajian penuh tersebut — lengkap dengan hikmah, dalil, dan pengalaman spiritual. 


✍️ RINGKASAN POIN-POIN UTAMA

  1. Definisi Zikir

    • Zikir bermaksud mengingati Allah. Bukan hanya lafaz di lidah, tetapi hadirnya hati bersama Allah.

    • Imam Nawawi menyebut dalam Al-Adzkar:
      ุงู„ุฐูƒุฑ ู‡ูˆ ุญุถูˆุฑ ุงู„ู‚ู„ุจ ู…ุน ุงู„ู„ู‡
      “Zikir itu menghadirkan hati bersama Allah.”

  2. Tujuan Agama

    • Seluruh amalan dalam agama — solat, puasa, zakat, haji, sedekah — semuanya bertujuan mendekatkan diri kepada Allah.

    • Jika seorang Mufti, Syekh, bahkan penceramah agama sekalipun tidak menghadirkan Allah dalam diri, maka sia-sia amalnya.

    • “Kalau sapu sampah pun, tapi hati sentiasa ingat Allah — dia lebih baik daripada yang alim tapi lalai.”

KETIKA KEBENARAN MENJADI TERANG DI TENGAH DUNIA YANG MEMBINGUNGKAN

Oleh: Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis

Mengapa ada orang yang terus merasa kosong meskipun sukses? Mengapa sebagian lainnya terlihat tenang, meski dunia tidak memihak? Tadzkirah ini menjelaskan bahwa kunci membedakan hak dan batil, pahit dan manis, serta kesuksesan sejati dalam hidup adalah satu: Al-Furqan, yakni Al-Qur’an yang mampu menanamkan kejelasan dan rasa yang benar dalam jiwa manusia.


✨ Dalam lintasan sejarah dan kehidupan manusia, kemampuan membedakan antara yang hak dan batil bukanlah kelebihan biasa—melainkan anugerah Ilahi yang menentukan arah hidup seseorang. Itulah hakikat Al-Furqan, salah satu nama agung dari Al-Qur’an. Sebuah kitab yang bukan hanya diturunkan sebagai bacaan suci, tapi sebagai instrumen perubahan persepsi dan jiwa.

Tadzkirah ini membedah dengan sangat menyentuh bagaimana Al-Qur’an menjadi "furqan" sejati—pembeda mutlak antara kebenaran dan kepalsuan. Betapa banyak manusia hari ini yang tidak bisa lagi membedakan antara jalan yang membawa ketenangan dan jalan yang menyesatkan, karena kehilangan rasa batin yang sehat.

Sebagian dari kita mengejar dunia tanpa henti, tetapi tetap merasa kosong. Yang lain mencapai puncak, namun kehilangan arah. Dalam kondisi seperti ini, fungsi Al-Qur’an bukan sekadar sebagai teks, tetapi sebagai "penyaring batin" yang menanamkan rasa dan arah hidup yang benar.


๐Ÿ“š Ringkasan Faedah Tadzkirah

1️⃣ Al-Qur’an Menjadi Furqan: Kemampuan Membeda yang Menyelamatkan

Al-Furqan berarti kemampuan membedakan antara yang benar dan salah. Tanpa furqan, manusia kehilangan arah. Bahkan mengenali rumah sendiri atau pasangan sendiri pun bisa keliru—apakah lagi dalam memahami hakikat hidup? Al-Qur’an diturunkan untuk menghidupkan kembali fungsi ini dalam jiwa manusia.

๐ŸŒฟ “Jika seseorang membaca Al-Qur’an tapi tidak bisa membedakan antara yang hak dan batil, maka sejatinya ia belum benar-benar membaca Al-Qur’an.”


TIADA PERANTARA: AGAMA YANG MURNI, AKIDAH YANG LURUS

Ketika agama dibajak oleh kepentingan segelintir manusia dan perantara dijadikan jalan untuk menguasai jiwa umat, maka sudah saatnya kita kembali kepada fitrah Islam: menghubungkan hati dengan Allah secara langsung—tanpa perantara, tanpa perniagaan atas nama ketuhanan. Tadzkirah ini adalah panggilan untuk membongkar eksploitasi berkedok agama dan mengembalikan akidah kepada jalur yang murni, sebagaimana dibawa oleh para Nabi.

Oleh : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis


๐Ÿ“˜ Dalam sejarah panjang agama-agama di dunia, salah satu penyimpangan paling serius adalah hadirnya “orang tengah” yang mengaku sebagai satu-satunya jalan penghubung antara manusia dan Tuhan. Mereka menjadi juru bicara surga, penjaga kebenaran, bahkan penjaga pintu taubat—hingga umat merasa tak layak berdoa kecuali lewat mereka. Sayangnya, realita ini juga menyelinap ke tengah umat Islam.

Tadzkirah ini mengupas dengan tajam fenomena eksploitasi agama oleh sebagian golongan yang menjadikan konsep perantara (wasilah yang batil) sebagai alat manipulasi. Mereka menjual citra "kesucian" dan "kedekatan dengan Tuhan", lalu memonopoli harapan dan ketakutan umat. Akibatnya, sebagian umat mulai merasa bahwa hubungan mereka dengan Allah terlalu jauh, dan hanya bisa ditempuh melalui para wali, tok guru, atau bahkan kubur.

Padahal Islam datang sebagai agama yang memuliakan akal dan membebaskan jiwa. Allah ๏ทป membuka pintu-Nya untuk setiap hamba—tanpa sekat, tanpa birokrasi ruhani. Islam tidak mengenal konfesi dosa kepada manusia, tidak mengenal syarat berdoa melalui jasad tertentu, dan tidak memberi otoritas apapun kepada siapa pun untuk menjadi “perantara tetap” antara manusia dan Tuhan.

Tadzkirah ini bukan hanya kritik terhadap penyimpangan, tetapi juga seruan untuk kembali kepada kemurnian akidah tauhid, sebagaimana firman Allah ๏ทป dalam Surah Az-Zumar:

ุฃَู„َุง ู„ِู„َّู‡ِ ุงู„ุฏِّูŠู†ُ ุงู„ْุฎَุงู„ِุตُ
"Ketahuilah, hanya bagi Allah-lah agama yang murni (bersih dari syirik)." (Az-Zumar: 3)

Jika Anda pernah merasa harus melalui “orang suci” untuk bisa didengar oleh Allah, maka tadzkirah ini akan menjadi lentera untuk membebaskan hati Anda—dan menyambung kembali hubungan ruhani langsung dengan Rabbul ‘ฤ€lamฤซn.


๐Ÿ“š Ringkasan Faedah Tadzkirah

1️⃣ Agama Islam: Hubungan Langsung dengan Allah

Islam adalah agama yang memuliakan hubungan langsung antara hamba dan Tuhannya. Tidak ada keperluan untuk perantara ruhani dalam berdoa, bertobat, atau mendekatkan diri kepada Allah. Semua hamba memiliki akses setara untuk bermunajat langsung kepada-Nya.

๐ŸŒธ "Tidak ada mufti, ustadz, wali, atau guru agama yang menjadi perantara mutlak antara manusia dan Allah. Yang ada hanyalah amal dan doa yang ikhlas."


2️⃣ Penolakan terhadap Budaya Pengakuan Dosa kepada Manusia

Islam tidak mengenal ritual seperti pengakuan dosa di hadapan sesama manusia (confession). Bahkan ketika seorang sahabat mengaku berbuat salah, Nabi ๏ทบ tidak menghukumnya melainkan mengarahkannya kepada pertaubatan dan kebaikan sebagai penebus.

๐Ÿ’ฌ "Kebaikan itu memadamkan kejahatan."


MEMAHAMI ISU KONSER DI SAUDI SECARA ILMIAH DAN BERIMBANG

Isu konser dan hiburan publik di Arab Saudi telah menimbulkan berbagai reaksi, mulai dari kritik tajam hingga tuduhan terhadap para ulama dan mazhab tertentu. Tadzkirah dari Shahibus Samahah Mufti Negeri Perlis ini mengajak umat untuk melihat permasalahan ini secara adil, ilmiah, dan proporsional—dengan menimbang peran ulama, batasan tanggung jawab agama, serta dinamika sosial yang sedang berlangsung. Saatnya memahami realitas tanpa prasangka dan menghindari kesalahan dalam menilai agama melalui kacamata politik sempit.

Oleh : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis


๐ŸŽง Konser, Ulama, dan Kemunafikan Kritik: Saat Tudingan Agama Menjadi Senjata Politik

Dalam dunia yang semakin terpolarisasi antara simbol keagamaan dan tekanan liberalisme global, peristiwa semisal konser musik di Arab Saudi mudah menjadi bahan bakar perdebatan panas. Sebagian langsung menyimpulkan bahwa munculnya hiburan publik di negeri yang dikenal ketat dalam agama adalah bukti “penyimpangan akidah Salafi”, “gagalnya ulama Saudi”, atau “kemunafikan Wahabi”.

❗Namun, pertanyaannya: apakah adil jika sebuah sistem keilmuan dan tradisi keulamaan dijatuhkan hanya karena praktik sosial yang tidak mewakili prinsip tersebut secara sah? Apakah kita siap menggunakan logika yang sama terhadap negeri-negeri Muslim lain yang penuh maksiat, meskipun mengklaim bermazhab Ahlus Sunnah yang moderat?

Tadzkirah ini mengajak kita untuk:

  • ๐Ÿ“Œ Membedah logika sesat di balik tuduhan-tuduhan simplistik terhadap Saudi.

  • ๐Ÿ“Œ Memahami kompleksitas masalah sosial-keagamaan di dunia Islam modern.

  • ๐Ÿ“Œ Menyadari pentingnya pendekatan reformis yang seimbang dalam menghadapi perubahan zaman.

๐Ÿ’ก Anda akan dibimbing untuk melihat isu ini bukan dari kacamata fanatik sektarian, tetapi dari kerangka maqasid syariah, prinsip keilmuan, dan keadilan berpikir. Tadzkirah ini bukan sekadar pembelaan terhadap negara atau mazhab tertentu, melainkan upaya membangun kesadaran umat agar tidak memperalat agama untuk menyudutkan sesama Muslim.

๐ŸŽง Dengarkan versi lengkap audionya agar Anda tidak terjebak dalam retorika cetek yang hanya mengulang-ulang tuduhan tanpa dasar ilmiah.


๐Ÿ“ RANGKUMAN FAEKAH LENGKAP & DETAIL


1️⃣ Kesalahan Metodologis dalam Menyalahkan Ulama karena Maksiat Pemerintah

Tadzkirah ini diawali dengan kritik terhadap kecenderungan sebagian pihak yang menyamaratakan dosa pemerintah dengan mazhab atau ulama yang ada di wilayah tersebut.

๐Ÿ”Ž Contoh-contoh yang dikemukakan:

  • Di Mesir, meskipun pusat Azhariyah kuat, praktik maksiat (tarian gelek, penipuan wisata, prostitusi) tetap banyak — namun tidak ada yang menyalahkan Asy’ariyah atau ulama Al-Azhar.

  • Di Malaysia, meskipun mayoritas bermazhab Syafi’i, tempat maksiat seperti kasino Genting tetap ada — tetapi tak seorang pun menyalahkan mazhab Syafi’i.

๐Ÿ“Œ Faedah: Kita tidak boleh menyandarkan perilaku sosial atau politik suatu negeri kepada ulama dan ajaran resmi mereka, kecuali ada bukti bahwa ulama itu membenarkannya.


DI UJUNG NAFAS, KITA AKAN PULANG

Sebuah perenungan mendalam tentang kematian, kehilangan, dan harapan abadi — ketika dunia tak lagi menggenggam kita, dan cinta sejati menanti di sisi Tuhan. Dengarkan kisah yang tak hanya menjawab rasa takutmu, tapi juga memulihkan rindumu.

Oleh : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis - Arsip 07/2025

๐Ÿšจ Pernahkah kamu membayangkan detik terakhir dalam hidupmu? Siapa yang akan menangis? Apa yang akan ditinggalkan? Dan… apa yang akan kamu bawa?

๐Ÿ”” Tadzkirah ini bukan sekadar membicarakan tentang kematian sebagai penutup kehidupan, tapi juga membuka mata bahwa kematian adalah awal dari perjumpaan hakiki dengan Allah, keluarga, dan cita-cita abadi kita.

๐Ÿ“š Dalam kehidupan modern yang sibuk dan hiruk-pikuk ini, manusia sering lupa bahwa kematian bukan hanya fakta biologis, tapi momen sakral yang memiliki dimensi aqidah, fiqh, akhlak, bahkan psikologi dan sosial.

๐ŸŽง Tadzkirah ini bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk menyadarkan.

Kematian ternyata bisa jadi:

  • Obat bagi kesedihan terdalam ๐Ÿฉน

  • Peneguh iman di tengah ketidakadilan ⚖️

  • Harapan untuk pertemuan kembali bersama orang tercinta di Surga ๐Ÿ•Œ๐Ÿ’ž

๐Ÿ’ก Apakah kamu pernah merasa tidak mampu membalas perlakuan buruk orang yang berkuasa? Percayalah, kematianlah yang membuktikan semua akan kembali pada keadilan Allah. Kematian adalah jawaban bagi yang terzalimi.

๐ŸŒˆ Bahkan dalam duka, kematian memberi harapan:

“Kita akan bertemu kembali di tempat yang lebih baik.”

๐Ÿ’ฌ Tadzkirah ini bukan hanya untuk didengar, tapi untuk direnungkan. Dengarkan hingga akhir, dan kamu akan menemukan:

  • Bagaimana syurga menjadi tempat reuni abadi bersama orang yang kita cintai ๐ŸŒบ

  • Mengapa mengenang si mati dengan doa dan amal lebih penting daripada menyimpan barang-barangnya ๐Ÿ“ฟ

  • Mengapa syurga tak hanya menjawab kebutuhan, tapi juga keinginan tersembunyi kita yang dulu pernah kita lupa ๐Ÿ•Š️

๐Ÿ”ฅ Jangan lewatkan audio penuh tadzkirah ini. Bisa jadi, ini adalah pesan yang akan menyentuh bagian terdalam dalam jiwamu.


๐Ÿ“ RINGKASAN ISI TADZKIRAH

๐Ÿ“Œ 1. Realitas Kematian: Kecil bagi Alam, Besar bagi Individu

  • Kematian mungkin hal biasa bagi perjalanan alam semesta, tapi sangat besar bagi manusia sebagai individu.

  • Kematian memutuskan harapan dan cita-cita, membuat banyak urusan dunia tak lagi relevan.

๐Ÿ“Œ 2. Fungsi Kematian dalam Kehidupan Beriman

  • Karena adanya kematian, manusia menjaga ibadah dan meninggalkan larangan.

  • Kematian menjadi kontrol alami agar manusia tidak hidup sembarangan.

  • Kesedihan karena kematian bisa menjadi obat hati, karena ia mengingatkan bahwa keadilan Allah akan berlaku untuk semua.

LUKA SEJARAH YANG SARAT HIKMAH

Perang antar sahabat bukan untuk kita hakimi, apalagi dijadikan bahan hujatan. Ia adalah babak sejarah yang menyayat hati, namun sarat hikmah bagi generasi setelahnya. Di balik perpecahan para tokoh surga ini—Ali, Aisyah, Thalhah, dan Zubair—tersimpan pelajaran besar tentang akhlak, ukhuwah, dan cara menyikapi perbedaan. Tadzkirah ini bukan untuk mengungkit luka, tapi mengajak kita menyalakan pelita hikmah: agar kita tidak mengulang luka yang sama. Karena sejarah umat Islam bukan sekadar deretan kemenangan, tapi juga luka yang hanya bisa disembuhkan oleh ilmu, adab, dan empati. Maka, jangan warisi amarahnya, tapi warisi hikmahnya.

Oleh : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis


Ketika Sahabat Berselisih: Luka Sejarah yang Tak Kita Abaikan, Tapi Juga Tak Kita Hakimi

Sejarah umat Islam bukan hanya berisi kemenangan, tapi juga luka-luka besar yang masih membekas hingga hari ini. Salah satunya adalah konflik yang terjadi di antara para sahabat Nabi ๏ทบ — orang-orang terbaik, murid langsung Rasulullah, yang mencintai Islam dengan sepenuh jiwa.

Tadzkirah ini tidak mengajak untuk mengungkit aib atau membuka ruang celaan, melainkan mengajak kita memahami dengan hati yang lapang dan akal yang adil:

  • Mengapa terjadi fitnah besar setelah wafatnya Utsman bin Affan?
  • Apa yang sebenarnya terjadi antara Sayyidina Ali, Aisyah r.a., Thalhah dan Zubair?
  • Bagaimana kita menyikapi peristiwa menyakitkan ini sebagai Muslim masa kini?

Kita semua mencintai para sahabat Nabi ๏ทบ. Mereka manusia — mereka bisa berselisih. Tapi mereka juga orang yang paling dekat dengan Allah dan Rasul-Nya. Daripada mewarisi kebencian, marilah kita warisi pelajaran: (1) Jaga lisan, jaga hati. (2) Utamakan ukhuwah di atas perbedaan. (3) Jadikan sejarah sebagai guru, bukan senjata.

๐Ÿ“Œ Ringkasan Poin-Poin Utama : 

1. Fitnah Besar Dimulai dengan Pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan

  • Utsman dibunuh secara keji dalam keadaan berpuasa dan membaca Al-Qur’an.
  • Para sahabat ingin membelanya, tapi beliau menolak pertumpahan darah terjadi demi dirinya.

2. Kekosongan Kepemimpinan Memicu Kekacauan

  • Selama sekitar 40 hari, umat Islam tidak memiliki khalifah.
  • Kelompok pemberontak mendesak para tokoh sahabat (Thalhah, Zubair, dan Ali) untuk memimpin.

3. Ali bin Abi Thalib Diangkat Menjadi Khalifah dalam Situasi Penuh Fitnah

  • Ali menanggung beban berat dengan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar.
  • Ia memilih menunda hukuman terhadap pembunuh Utsman demi stabilitas umat.

4. Sebagian Sahabat Menuntut Keadilan untuk Utsman Segera

  • Thalhah, Zubair, dan Aisyah r.a. mendesak penegakan hukum atas pembunuh Utsman.
  • Mereka keluar menuju Basrah untuk membangun konsensus, bukan dengan niat perang.

BELAJAR ISLAM DARI NEGERI NON-MUSLIM: REFLEKSI TAZKIRAH DARI KIGALI, RWANDA

Saat kita mengira bahwa Islam hanya bernafas di negeri-negeri Muslim, Kigali — ibu kota Rwanda — justru memberi kejutan: kota bersih, masyarakat tertib, dan ulama Muslim berdialog damai dengan pemerintah yang non-Muslim. 

Oleh: Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis - Arsip Kunjungan Kerajaan ke Rwanda dan Kenya , 07/2025



๐ŸŒ Islam dalam Nilai, Bukan Sekadar Nama: Belajar dari Negeri yang Kita Remehkan

Dalam banyak ayat dan atsar, Islam memerintahkan tegaknya nilai-nilai moral dan sosial yang universal—bukan sekadar simbol, struktur, atau status keagamaan. Allah ๏ทป berfirman dalam Surah An-Naแธฅl:

ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ูŠَุฃْู…ُุฑُ ุจِุงู„ْุนَุฏْู„ِ ูˆَุงู„ุฅِุญْุณَุงู†ِ

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat ihsan (kebaikan sempurna).” (QS. An-Naแธฅl: 90)

Ayat ini merupakan landasan agung bagi tatanan masyarakat, di mana keadilan adalah fondasi dan ihsan adalah puncaknya. Dalam lanjutan tafsir ayat ini, para ulama menjelaskan bahwa negara atau masyarakat mana pun yang menegakkan dua unsur ini—adil dan ihsan—akan diberi keteguhan dan keberlangsungan, meskipun secara formal mereka bukan Muslim.

๐Ÿง  Hal ini ditegaskan pula oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah ุฑุญู…ู‡ ุงู„ู„ู‡ dalam kaidah sosial-politik yang tajam dan tak lekang oleh zaman:

ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ูŠُู‚ِูŠู…ُ ุงู„ุฏَّูˆْู„َุฉَ ุงู„ุนَุงุฏِู„َุฉَ ูˆَุฅِู†ْ ูƒَุงู†َุชْ ูƒَุงูِุฑَุฉً، ูˆَูŠُู‡ْู„ِูƒُ ุงู„ุฏَّูˆْู„َุฉَ ุงู„ุธَّุงู„ِู…َุฉَ ูˆَุฅِู†ْ ูƒَุงู†َุชْ ู…ُุณْู„ِู…َุฉً

“Sesungguhnya Allah akan menegakkan negara yang adil walaupun kafir, dan Allah akan menghancurkan negara yang zalim walaupun Muslim.” (Majmลซ‘ al-Fatฤwฤ 28/146)

Pernyataan ini membuka mata kita bahwa keberlangsungan suatu bangsa tidak bergantung pada label agama, tetapi pada konsistensinya dalam menegakkan keadilan dan menjauhi kezaliman.

Rwanda, negara kecil di Afrika Timur yang bukan negara Muslim, dan presidennya seorang Katolik, justru memberi pelajaran moral yang menyentak:
• Kota bersih dan bebas dari plastik
• Masyarakat tenang dan tertib
• Pemerintah tegas namun berwibawa
• Sistem sosial berjalan tanpa kekacauan

Semua itu terjadi tanpa adanya jargon “syariah” di konstitusi mereka. Tapi nilai-nilai Islam seperti kebersihan, amanah, dan ketertiban hidup dalam praktik sehari-hari.

Sementara itu, tak sedikit negeri yang mayoritasnya Muslim malah dirundung krisis: korupsi sistemik, kerusuhan politik, layanan publik yang kacau, dan umat sibuk bertengkar atas nama agama—tapi lupa menegakkan keadilan dan ihsan yang diperintahkan Tuhan mereka.

๐Ÿ“Œ Tazkirah ini bukan ajakan untuk membandingkan secara kasar antara Muslim dan non-Muslim, tapi refleksi kritis terhadap kondisi internal umat. Bahwa selama kita masih mengira Islam cukup diwakili oleh nama, simbol, atau orasi politik—dan bukan oleh nilai yang hidup dalam masyarakat—maka kita akan terus tertinggal dari mereka yang justru menjalankan prinsip-prinsip Islam meski tak mengakuinya.

๐Ÿ“ฃ Maka, inilah saatnya kita bertanya jujur:

Apakah kita masih pejuang Islam sejati, atau sekadar pewaris identitas kosong?

 


๐Ÿ“š Ringkasan Faedah Lengkap: “Tazkirah dari Kigali, Rwanda”

1️⃣ Rwanda sebagai Cermin Sosial: Disiplin dalam Realita

  • Rwanda kini bersih, tertib, dan bebas dari plastik sekali pakai. Pemerintah menegakkan aturan dengan tegas, rakyat mematuhinya dengan tenang.

  • Meskipun bukan negara Islam, nilai-nilai yang diamalkan mencerminkan ajaran Islam — terutama dalam kebersihan, keteraturan, dan ketenangan sosial.


2️⃣ Genosida 1994 dan Kebangkitan Nasional

  • Rwanda pernah luluh lantak akibat konflik suku Hutu-Tutsi yang menewaskan hampir 1 juta jiwa.

  • Namun dengan kepemimpinan yang tegas dan rekonsiliasi nasional, negara ini bangkit dan menjadi model keteraturan.

  • Pelajaran: kesatuan dan visi kepemimpinan bisa mengubah bangsa yang hancur menjadi simbol kemajuan.