Saya ingin menulis catatan untuk diri sendiri dan ingin berbagi agar bisa dibaca juga oleh orang lain.
1. Antara ujian terbesar terhadap keikhlasan dalam beramal pada setiap zaman adalah keinginan untuk mendapatkan pujian manusia yang melebihi kerelaan Allah SWT.
Pada zaman ini, ujian tersebut semakin besar karena manusia dapat "menikmati" pujian dan dukungan melalui media sosial yang ada saat ini. Obsesi akan 'likes', 'followers', dan dukungan dari 'netizen' telah mengganggu niat dan prinsip banyak orang. Banyaknya niat dan tindakan manusia saat ini sangat dipengaruhi oleh tren yang terlihat di media sosial masing-masing. Hal ini telah merusak keikhlasan banyak orang, termasuk tokoh agama, dan jarang sekali yang luput dari ujian ini.
2. Kehendak manusia atau netizen dalam konteks media sosial juga berbeza dan berubah-ubah berdasarkan pelbagai faktor.
3. Di antara golongan yang memperoleh banyak pengikut dan 'likes' adalah para artis terkenal. Ini merupakan fenomena global. Mereka seperti dewa-dewa yang dipuja di media sosial oleh para penggemar mereka. Apalagi, jika artis-artis tersebut cantik, tampan, dan berbakat, maka pasti akan memiliki banyak pengikut dan mendapat banyak 'likes' untuk setiap unggahan aktivitas mereka.
Golongan agamawan, jika terpengaruh oleh dunia selebriti yang mencari 'likes' dan 'followers' di media sosial, pasti akan tergoda untuk berkumpul bersama artis ternama. Segala jenis keutamaan akan diberikan jika terlibat dengan artis-artis terkenal. Tokoh agama yang sibuk akan menyediakan waktu jika melibatkan diri dengan artis, yang sakit akan sembuh jika menghadiri acara artis, yang sebelumnya dianggap mustahil akan menjadi mungkin jika diminta oleh artis.
Meskipun alasan klise "untuk berdakwah" seringkali digunakan, namun kelihatannya golongan agama justru terpengaruh oleh artis-artis tersebut, bukan sebaliknya. Maka, kehidupan sehari-hari golongan ilmuwan agama menjadi seperti seorang artis yang fokus pada menghibur penggemar dengan mendapatkan 'likes', bukan menegakkan prinsip, menentang yang salah, dan mengatakan yang benar walaupun pahit. Niat tersembunyi bergumam, "Berapa banyak 'likes' yang bisa saya dapatkan jika saya bersama artis ini?"
4. Netizen juga memiliki beragam latar belakang. Ada yang berpengetahuan, ada yang dangkal, ada yang tidak berpengalaman, dan ada yang berpengalaman. Begitu juga, isu-isu yang menjadi viral di media sosial, ada yang berbasis fakta, ada yang didasarkan pada sentimen, ada yang kelihatannya berkaitan dengan agama tetapi sebenarnya bukan ajaran agama, dan sebaliknya. Aliran dukungan dan penolakan di media sosial juga berubah sesuai dengan waktu dan musim. Sikap terhadap suatu isu sering kali dipengaruhi oleh tempat dan budaya. Hal ini selalu berubah-ubah, kemudian akan dilupakan. Setelah itu, muncul isu baru lagi. Sementara itu, agama berdiri atas fakta, argumen, dan prinsip yang telah ditetapkan. Prinsip-prinsip agama itu tetap berlaku meskipun manusia berubah atau tidak setuju. Jika seseorang mencari persetujuan yang sedang tren di media sosial, ia akan merasa lelah sampai akhir hayatnya. Namun, ia hanya akan tenggelam dalam kesenangan mendapatkan 'likes'. Jika mencari keselarasan dengan prinsip-prinsip agama Allah, itu jauh lebih jelas tetapi membutuhkan kesabaran dan keteguhan. Namun, bagi mereka yang ikhlas, mereka akan tenggelam dalam kesenangan mencari ridha dan pahala dari Tuhan.
5. Saya ingin mengingatkan diri saya dan mereka yang terlibat dalam menyebarkan ilmu agama Allah ini. Tugas kita bukanlah menjadi penghibur di media sosial atau mencari 'likes' dan pengikut. Semuanya itu hanyalah alat atau jalan, bukan tugas kita yang sebenarnya. Tugas seorang pembawa ilmu yang sejati adalah seperti yang diucapkan oleh Baginda Nabi SAW:
يحمل هذا العلمَ مِن كل خَلَف عدولُه: ينفون عنه تحريف الغالين، وانتحال المبطلين، وتأويل الجاهلين
Sentiasa membawa ilmu ini mereka yang adil (amanah) dari setiap generasi; mereka menolak penyelewengan golongan yang melampaui batas, dakwaan palsu golongan yang batil, dan penafsiran yang keliru golongan yang jahil."
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bazzar, al-Baihaqi, al-‘Uqaili, dan lain-lain, dan dinyatakan sebagai hadis bertaraf hasan.
Menurut al-Bulqini, hadis ini mengandungi perintah untuk "membawa ilmu ini golongan yang adil (amanah)." (Lihat: al-Bulqini, Mahasin al-Istilah, m.s. 121, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyat, 1999)
6. Maksudnya, para pembawa ilmu haruslah amanah, dan bagi mereka, ada tiga tugasan utama yang harus dilaksanakan.
Tugasan pertama adalah menentang ekstremisme dalam agama. Kedua, menentang golongan yang berdusta atas nama agama. Ketiga, menentang golongan yang tidak berpengetahuan yang membuat penafsiran yang salah tentang agama.
Inilah tanggung jawab para ilmuwan Islam untuk memastikan kesucian agama terjaga. Namun, tiga tugasan ini sering diabaikan oleh golongan agamawan ketika terperangkap dalam keinginan mendapatkan 'likes' di media sosial.
7. Tidak ada yang salah dengan mencari pendekatan yang lebih bijaksana, seperti mendekati golongan politik, artis, atau siapapun. Begitu juga, tidak salah juga jika kita menghargai 'likes' jika itu menjadi tanda dari pendekatan dakwah yang efektif. Hikmah atau pendekatan yang efektif ditekankan oleh al-Quran. Tujuan dari hikmah dalam dakwah adalah agar pesan dari al-Quran dan al-Sunnah dapat sampai kepada manusia. Ini tidak hanya untuk membuat manusia menyukai kita tanpa memperhatikan isi sebenarnya dari ajaran Allah dan Rasul-Nya. Akhirnya, yang manusia terima dan sukai hanyalah diri kita sendiri, tetapi bukan isi dari dakwah yang kita sampaikan. Kita menjadi seperti artis yang dipuja karena penampilan atau suara, atau peranannya, tanpa memahami filosofi yang dipegang dalam hidupnya.
8. Sebenarnya, mencari kerelaan manusia, terutama netizen pada zaman ini, adalah sesuatu yang sia-sia dan hanya akan menyebabkan kelelahan bagi kita.
Tuntutan dan keinginan manusia sangatlah banyak dan beragam. Orang-orang politik dengan kepentingan mereka, artis dengan gaya hidupnya, dan netizen biasa dengan latar belakang yang beragam. Jika kita hanya memikirkan keinginan manusia siang dan malam, hidup akan berakhir dengan sia-sia.
Sabda Nabi SAW:
مَنِ التَمَسَ رِضَاءَ اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ اللَّهُ مُؤْنَةَ النَّاسِ، وَمَنِ التَمَسَ رِضَاءَ النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ وَكَلَهُ اللَّهُ إِلَى النَّاسِ
“Sesiapa yang mencari redha ALLAH (sekalipun) dengan kemarahan manusia, maka ALLAH memeliharanya dari kebergantungan kepada manusia. Sesiapa yang mencari redha manusia (sekalipun) dengan kemurkaan ALLAH, maka ALLAH menyerahkannya kepada manusia” (Riwayat al-Tirmizi, Ibn Hibban, al-Baihaqi dll. Hadis dinilai sahih).
9. Kisah ulama-ulama terkemuka yang berpendirian teguh dan ikhlas sering kali penuh dengan ujian dan cabaran semasa hidup mereka, namun akhirnya mereka dipuji sepanjang zaman.
Salah satu contohnya adalah Al-Imam Al-Bukhari (194-256 Hijriah), yang namanya Muhammad bin Ismail. Semasa hidupnya, beliau dituduh menganut ajaran sesat dan bahkan dikafirkan, sehingga terpaksa meninggalkan kampung halamannya, Naisabur. Tuduhan tersebut, termasuk di antaranya, adalah bahwa beliau menyatakan al-Quran sebagai makhluk, bukan firman Allah, yang mempengaruhi tidak hanya orang awam tetapi juga tokoh-tokoh besar ilmu hadis pada masanya seperti Abu Hatim dan Abu Zur’ah. Bahkan, tuduhan ini datang dari gurunya sendiri, Muhammad bin Yahya Al-Zuhli.
Ketika beliau pindah ke Bukhara, beliau disambut dengan baik oleh penduduk setempat. Namun, tokoh-tokoh ilmuwan yang tidak puas hati terhadapnya menulis surat kepada gubernur Bukhara dengan tuduhan bahwa beliau menentang sunnah Nabi. Akibatnya, Al-Imam Al-Bukhari diusir dari Bukhara.
Kemudian, sebagian penduduk Samarkand mengundangnya ke kota mereka. Namun, terjadi perdebatan dan fitnah di antara penduduk, di mana ada yang setuju dengan kedatangan beliau dan ada yang menentang. Akhirnya, setelah beberapa waktu, mereka setuju untuk menerima kedatangan beliau. Namun, ketika Al-Bukhari akan menuju ke Samarkand, beliau meninggal sebelum sempat sampai ke sana.
Meskipun hidupnya diwarnai dengan penolakan dan kesulitan, namun setelah kematiannya, reputasinya sebagai seorang imam besar tetap terjaga. Hari ini, ketika orang membaca hadis, namanya tetap disebut dan karyanya yang monumental dalam kitab 'Sahih Al-Bukhari' diakui oleh para cendekiawan. Akidah dan ilmu yang diperjuangkan oleh Al-Bukhari dihargai dan diakui, meskipun sedikit yang dapat membayangkan betapa sulitnya perjuangannya.
10. Kadang-kadang, kita melihat tokoh-tokoh agama berusaha untuk menyenangkan semua pihak sehingga prinsip dan kebenaran yang mereka pegang tenggelam dalam prosesnya.
Mereka berupaya sebanyak mungkin untuk mendapatkan persetujuan dari semua orang; baik dari politikus, artis, dan berbagai golongan manusia lainnya. Mereka juga mencoba menampilkan hal-hal yang disukai oleh netizen dari berbagai latar belakang dan cara berpikir. Mereka mengira bahwa dengan melakukan hal itu, semua pihak akan memberikan banyak 'likes'. Namun, walaupun terkadang berhasil untuk sementara, ternyata 'likes' tersebut tidak dapat terus-menerus dikumpulkan. Peristiwa-peristiwa dalam kehidupan akan tetap mengungkapkan kebencian manusia dalam hal-hal yang terduga maupun tidak terduga. Bahkan, artis yang hanya berkarya dengan menyanyi pun sering kali mendapat kritik dari penggemarnya.
Lebih mulia dari segalanya, Nabi Muhammad SAW, yang penuh dengan kesempurnaan, tetap dibenci oleh musuh dan bahkan oleh teman-teman yang munafik atau terpengaruh oleh kebencian. Bahkan Saidina Umar Al-Khattab yang adil, pernah diserang oleh salah seorang rakyatnya saat sedang shalat. Oleh karena itu, tidak mungkin bagi seorang tokoh agama untuk menyenangkan semua orang. Jika semua orang tersenyum, tetap saja orang-orang yang soleh akan bertanya-tanya, "Mengapa begitu aneh?"
Saya sangat terkesan dengan ungkapan puisi dari Gus Mus: “Tuhan! Lihatlah betapa baiknya kaum beragama di negeri ini… demi memperoleh rahmatMu, mereka memaafkan kesalahan, mendiamkan kemungkaran, bahkan mendukung kezaliman. Untuk membuktikan keluhuran budi mereka, terhadap setanpun mereka tak pernah berburuk sangka.”
Inilah pengingat bagi diri saya sendiri. Semoga saya selalu bertanya pada diri sendiri, tindakan apa yang saya ambil dan pandangan apa yang saya sampaikan dalam penyebaran ilmu ini, untuk siapa? Apakah saya mencari 'likes' dari netizen atau keridhaan Allah SWT, Tuhan yang Maha Pemberi Pahala dan Penentu Surga dan Neraka. Ya Allah! Benarkanlah niatku hanya untukMu.
Sumber asli dengan bahasa Melayu di sini: https://muftiperlis.gov.my/index.php/minda-mufti/464-ancaman-mencari-likes-di-medsos-terhadap-niat-agamawan