MERENGKUH KEKUATAN IMAN DI BALIK REALITA YANG TAK TERLIHAT

Tadzkirah dan Q&A dengan kaum Muslimah

Oleh: Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kearajaan Negeri Perlis - Arsip 09/2025

Pernahkah Anda merasa bahwa hidup ini terasa berat, sempit, atau penuh dengan kecemasan? Mungkin, tanpa disadari, kita telah terlalu lama "terpenjara" oleh apa yang hanya bisa kita lihat dengan mata kepala sendiri. Kita sibuk mengejar harta, penampilan, dan pengakuan duniawi yang kasat mata, sambil lupa pada "realitas lain" yang justru lebih luas dan menentukan kebahagiaan sejati.

Tadzkirah ini bukan sekadar wejangan agama biasa. Ini adalah sebuah panduan hidup yang mengajak kita untuk menggeser perspektif, dari yang semata-mata materialistik menuju kehidupan yang imbang antara dunia dan akhirat, antara yang tampak dan yang gaib.

Kita akan belajar:

  • 💡 Rahasia di balik sumpah Allah tentang "yang tampak dan tak tampak".
  • 🛡️ Bagaimana keyakinan pada yang gaib menjadi sumber kekuatan saat menghadapi cobaan.
  • ⚖️ Jawaban tuntas atas dilema-dilema modern: dari hukum vaksin, takdir, hingga bagaimana bersikap terhadap isu mistis.
  • 🌍 Sikap seorang Muslim terhadap tragedi kemanusiaan seperti di Palestina.
  • 🕊️ Dan yang terpenting, bagaimana menemukan ketenangan hati di tengah badai kehidupan.

Mari buka hati dan pikiran kita. Karena sesungguhnya, kekuatan terbesar justru seringkali berasal dari apa yang tidak bisa kita lihat.

Berikut rangkumannya:

HIDUP BUKAN CUMA NILAI BAGUS

Tadzkirah dan Q&A dengan 2.800 Pelajar UNIMAP

Oleh: Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kearajaan Negeri Perlis - Arsip 09/2025

Banyak orang mengira sukses itu soal nilai tinggi, pekerjaan mapan, rumah besar, atau harta melimpah. Namun dalam Bicara Ad-Deen di Universiti Malaysia Perlis (UNIMAP), Prof. Dato’ Dr. MAZA (Mufti Negeri Perlis) mengingatkan: kesuksesan sejati bukan hanya soal prestasi dunia, tapi hidup yang punya makna — hidup yang terhubung dengan Allah ﷻ.

Pesan ini relevan bagi siapa saja, baik pelajar, pekerja, orang tua, maupun generasi digital seperti Gen Alpha: jangan biarkan hidup kosong walau penuh prestasi atau banyak followers. Hidup akan benar-benar berarti bila kita menjaga hubungan nyata dengan Sang Pencipta.

Hidup bukan hanya tentang hari ini, tapi juga tentang perjalanan panjang menuju akhirat. Siapa pun kita — pelajar, profesional, orang tua, bahkan generasi digital sekalipun — pasti menginginkan hidup yang lebih tenang, bermakna, dan mendapat keberkahan.

Berikut rangkumannya:

MERANTAU UNTUK ILMU

Tadzkirah dan Q&A denngan Pelajar dari Indonesia

Oleh: Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kearajaan Negeri Perlis - Arsip 2019

Peta peradaban ilmu Islam tidak digambar dengan garis statis di dalam perpustakaan. Ia dilukis dengan jejak langkah dinamis para pengembara—dari Cordoba yang megah, melintasi Gurun Sahara, hingga sampai ke Baghdad yang menjadi pusat peradaban.

Setiap jejak itu menceritakan sebuah prinsip: bahwa ilmu yang hakiki adalah yang menghidupkan, dan sesuatu yang hidup pasti bergerak. Ia tidak bisa diam. Seperti air yang mengalir, seperti anak panah yang melesat, seperti singa yang menjelajah.


Lalu, di manakah posisi kita di peta yang luas ini? Bagaimana kita bisa menghidupkan kembali semangat rihlah itu di tengah dunia yang serba instan? Bagaimana ruang kos-kosan, kampus, dan kota tempat kita tinggal hari ini bisa menjadi "Andalusia" zaman baru—medan tempat kita bertualang mencari makna?

Mari kita membacanya kembali. Karena setiap pencarian yang jujur, pada hakikatnya, adalah penerus dari jejak langkah mereka.

Berikut rangkumannya:

BERSANGKA BAIK DENGAN ALLAH

Memahami bagaimana berjalannya sistem taqdir Allah | Apa yang Allah kehendaki tidak mesti Allah ridhoi | Taqdir yang kita tidak ada pilihan | Terkadang seorang hamba masuk surga bukan karena banyaknya pahala ibadahnya, tapi karena banyaknya pahala kesabarannya dengan musibah-musibah dan ujian-ujian berat dalam hidupnya yang ia tidak ada pilihan

Oleh:
Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA
Mufti Kerajaan Negeri Perlis
 

KETIKA AGAMA DIRUSAK OLEH GOLONGAN AGAMA

Tadzkirah tentang Bahaya Ulama Palsu, Ujian Keikhlasan, dan Jalan Kembali kepada Kebenaran

Oleh: Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kearajaan Negeri Perlis

Agama Allah tidak pernah padam. Namun, sejarah mencatat bahwa kerusakan Islam sering kali bukan datang dari luar, melainkan dari dalam — dari mereka yang memakai pakaian agama, tetapi menjual ayat-ayat Allah untuk keuntungan dunia.


Dalam sebuah tadzkirah yang menggugah, umat diingatkan melalui kisah Ka‘ab bin Malik r.a. yang selamat dengan kejujuran, tentang betapa berat perjuangan menegakkan Islam. Jalan ini tidak cukup ditempuh dengan slogan, tetapi memerlukan keikhlasan, keberanian, dan kesediaan untuk menanggung kesulitan.

Pesannya jelas:

  • Bahaya terbesar umat bukan sekadar musuh luar, tetapi agamawan yang menyeleweng dan membela kezaliman.

  • Ulama sejati adalah pewaris Nabi ﷺ: ikhlas, berilmu, berani berkata benar, dan hidup sederhana.

  • Ulama palsu menukar kebenaran dengan dunia, memecah umat, dan menjauhkan manusia dari Islam.

🌸 Tazkirah ini hadir sebagai seruan penuh cinta dan peringatan: janganlah umat ditipu oleh gelar atau pakaian, tetapi nilailah ucapan dan perbuatan. Kembalilah kepada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai neraca, agar Islam berdiri tegak di atas kebenaran, keadilan, dan ikhlas, bukan kepalsuan dunia.

Berikut rangkumannya:

PELAJARAN DARI SEJARAH KEJAYAAN DAN MENTALITAS TERJAJAH

Oleh: Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kearajaan Negeri Perlis

Kita bangga memakai produk Barat, tapi malu dengan identitas sendiri. Kita hafal sejarah kejayaan Islam, tapi lupa menerapkan nilai-nilainya. Sebuah refleksi mendalam tentang mentalitas umat dan bagaimana Islam sebenarnya hadir sebagai pembebas, bukan penjajah.



🌿 Pengantar

Sejarah Islam bukan sekadar lembaran masa lalu untuk dikenang, melainkan cahaya penuntun jalan bagi umat yang sedang mencari arah. Dari gurun tandus yang dipenuhi kabilah jahiliyah, lahirlah insan-insan luar biasa yang mengubah wajah dunia dengan iman, kesabaran, dan pengorbanan.

Kisah Khalid ibn al-Walid r.a., pedang Allah yang tidak pernah patah di medan perang, mengingatkan kita bahwa keberanian sejati bukan untuk kemuliaan diri, tetapi untuk meninggikan agama. Kisah Umar ibn al-Khaṭṭāb r.a., pemimpin zuhud yang hidup sederhana meski menguasai wilayah luas, mengajarkan bahwa integritas lebih bernilai daripada singgasana dunia.

Dari futūḥāt yang membuka pintu dakwah hingga lahirnya peradaban Islam yang memayungi manusia dengan keadilan, sejarah membisikkan pesan yang sama: umat hanya akan mulia dengan Islam, bukan dengan selainnya.

Hari ini, ketika umat sering terpecah oleh perkara kecil dan terikat pada simbol tanpa makna, sejarah itu kembali mengetuk hati: Apakah kita rela mewarisi semangat sahabat, atau hanya puas memuja nama mereka?

🌸 Pengantar ini bukan sekadar ajakan untuk membaca sejarah, tetapi panggilan jiwa: bangkitlah dengan kebenaran dan kesabaran, kerana hanya dengan itulah umat Islam kembali akan berdiri tegak di pentas dunia.

Berikut rangkumannya:

CINTA YANG MENELADANI, BUKAN YANG HANYA MERAYAKAN: RENUNGAN DI BULAN RABIUL AWAL

Oleh: Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kearajaan Negeri Perlis - Arsip 09/2025

Setiap kali tiba 12 Rabi‘ul Awwal, banyak negeri dan masyarakat Islam merayakan Maulid Nabi ﷺ dengan pelbagai bentuk sambutan. Namun di Perlis, pendekatannya berbeda. Bukannya tidak menghargai kelahiran Nabi ﷺ, tetapi ada pertimbangan sejarah, sirah, dan prinsip agama yang lebih mendasar.



Dalam tadzkirah ini, Shahibus Samahah Mufti Negeri Perlis: Prof. Dato’ Dr. MAZA menjelaskan bahwa:

  • Tarikh kelahiran Nabi ﷺ tidak disepakati. Ada yang menyebut 8, 9, 12, 17 Rabi‘ul Awwal, bahkan ada pendapat lemah yang menyebut bulan Ramadhan. Yang pasti, baginda lahir di bulan Rabi‘ul Awwal.

  • Para sahabat tidak pernah mengadakan sambutan khusus untuk hari kelahiran Nabi ﷺ. Bahkan Umar ibn al-Khaṭṭāb r.a. memilih peristiwa hijrah sebagai penanda takwim Islam, kerana lebih signifikan dan juga agar tidak menyerupai tradisi Nasrani.

  • Umat Islam tetap wajib bergembira dengan kelahiran Nabi ﷺ, mensyukuri nikmat itu, dan memperbanyak cerita tentang perjuangan baginda. Namun bentuknya bukan ritual baru atau bacaan khas yang tidak bersumber dari sunnah.

Mufti mengingatkan:

  • Yang penting bukanlah besarnya sambutan, melainkan sejauh mana umat mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ.

  • Sirah Nabi ﷺ mesti dipelajari dari sumber yang sahih, bukan dongeng atau mitos yang sedap didengar tetapi tidak benar.

  • Mu‘jizat terbesar Rasulullah ﷺ bukanlah peristiwa spektakuler yang hanya berlaku sekali, tetapi Al-Qur’an, kitab abadi yang kekal sebagai bukti kerasulan beliau hingga akhir zaman.

🌸 Dengan demikian, Perlis memilih untuk menjadikan bulan Rabi‘ul Awwal secara keseluruhan sebagai Bulan Zikrā Rasul – bulan mengingati perjuangan Nabi ﷺ, bukan sekadar satu malam atau satu tarikh tertentu.

Berikut rangkumannya:

JANGAN BERBURUK SANGKA KEPADA ALLAH

Oleh: Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis
 

Adanya akherat cukuplah menjadi alasan untuk kita tidak berburuk sangka kepada Allah. Bahwa apa saja yang kita terluput di dunia ini dan berbagai bentuk ketidakadilan, akan Allah penuhi dengan sempurna disana. 

MASIH ADAKAH SINAR UNTUKKU

عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه مرفوعاً: «إنَّ الشيطانَ قال: وعِزَّتِك يا رب، لا أَبرحُ أُغوي عبادَك ما دامت أرواحُهم في أجسادهم، قال الربُّ: وعِزَّتي وجَلالي لا أزال أغفرُ لهم ما استغفروني». [حسن] - [رواه الإمام أحمد]


Dari Abu Sa'īd Al-Khudri RA secara marfū': "Sesungguhnya setan berkata, 'Demi kemuliaan-Mu wahai Tuhanku, aku tidak akan pernah berhenti menyesatkan hamba-hamba-Mu selama nyawa mereka berada di tubuhnya.' Allah berfirman, 'Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, Aku tidak akan henti-hentinya memaafkan mereka, selama mereka memohon ampun kepadaku.' Hadis Hasan - Diriwayatkan oleh Ahmad

Arsip Februari 2020

Oleh :
Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA
Mufti Kerajaan Negeri Perlis



🌤️ Ketika Hidup Terasa Gelap, Masih Adakah Cahaya Itu?

Ada masa dalam hidup… kita merasa semua sudah terlambat. Terlambat untuk berubah. Terlambat untuk dimaafkan. Terlambat untuk memulai kembali.

Kita tenggelam dalam masa lalu yang menggelapkan hati. Dalam kesalahan yang terus menghantui pikiran. Dan dalam rasa bersalah yang diam-diam mematahkan harapan.

Ini bukan tadzkirah untuk menghakimi. Ini adalah cerita tentang manusia yang jatuh, lalu mencoba berdiri — walau perlahan, walau terluka. Tentang harapan yang tumbuh dari rasa hancur. Tentang dosa yang berat… tapi ampunan Allah yang jauh lebih luas.

Entah kamu sedang di luar atau di dalam jeruji, sedang terikat oleh masa lalu, atau dihantui rasa kecewa pada diri sendiri — tadzkirah ini adalah suara yang bisa jadi sedang kamu tunggu.

Dengarkan. Renungkan. Mungkin inilah awal cahaya itu kembali menyentuh hatimu.


📌 Ringkasan Lengkap Tadzkirah


🌤️ 1. Pintu Penjara Sempit, Tapi Pintu Taubat Allah Sangat Luas

  • Penjara adalah ruang yang sempit, tapi pintu rahmat dan taubat Allah terbuka di mana saja — bahkan di tempat yang tertutup sekalipun.

  • Nabi ﷺ bersabda:

    "Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, selama belum sampai ruhnya ke tenggorokan." (HR. Tirmidzi)


🕊️ 2. Siapa Saja Bisa Berubah, Siapa Saja Bisa Diuji

  • Di penjara ada orang yang bersalah, ada yang tidak. Ada yang benar-benar menyesal, ada yang sedang mencari jalan pulang.

  • Bahkan Nabi Yusuf AS pernah memilih masuk penjara untuk menjaga kehormatan dan imannya (QS. Yusuf: 33).


📚 3. Penjara Bukan Akhir — Bisa Jadi Awal Perubahan

  • Banyak ulama besar pernah dipenjara, seperti Buya Hamka, yang justru menulis tafsir Al-Azhar di balik jeruji.

  • Dalam keterbatasan, seseorang bisa menemukan kembali makna hidup dan nilai dirinya di sisi Allah.

MELURUSKAN NIAT DAN TUJUAN MENYEKOLAHKAN ANAK

Oleh : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis

Pernahkah kita berhenti sejenak dan bertanya pada diri sendiri: "Sebenarnya, untuk apa sih kita menyekolahkan anak?"

Apakah agar mereka mendapat nilai A sempurna? Lulus dengan pujian? Atau agar kelak bisa mendapatkan pekerjaan bergaji tinggi? Jika jawabannya iya, kita tidak sendirian. Namun, apakah itu benar-benar tujuan akhir dari sebuah proses pendidikan yang menghabiskan begitu banyak waktu, tenaga, dan biaya?


Pertanyaan-pertanyaan mendasar ini justru dijadikan starting point untuk menggali makna kesuksesan yang sebenarnya. Tadzkirah ini dengan lugas membongkar paradigma keliru yang sering terpatri dalam benak kita sebagai orang tua dan masyarakat. Mulai dari mentalitas instan, gengsi, hingga pola pikir "minta-minta" alih-alih "memberi".

Lebih dari sekadar kritik, tadzkirah ini menghadirkan perspektif yang dalam dan menyegarkan yang berakar dari Al-Qur'an dan Sunnah. Kita diajak untuk memahami bahwa:

🎯 Tujuan sekolah yang utama adalah memperoleh ilmu dan adab, bukan sekadar gelar.

💖 Kesuksesan sejati adalah perpaduan antara keberhasilan dunia dan akhirat.

👨‍👩‍👧‍👦 Peran orang tua dalam membentuk akhlak jauh lebih penting daripada hanya mengejar nilai akademik.

🔄 Perubahan menuju masyarakat yang lebih baik harus dimulai dari diri dan keluarga kita sendiri.

Yuk, kita simak rangkuman lengkapnya berikut ini. Semoga bisa menjadi bahan introspeksi dan penyemangat untuk bersama-sama membangun generasi yang tidak hanya pintar, tetapi juga beriman, beradab, dan berkontribusi untuk sekitar.

PERINGATAN AL-QURAN YANG DIABAIKAN ARAB: JANGAN JADIKAN MUSUH SEBAGAI TEMAN KEPERCAYAAN

Oleh: Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis - Arsip 09/2025 BM 237

Serangan Israel ke Qatar mengungkap sebuah ironi pahit: bagaimana sekutu bisa berbalik menjadi algojo? Tadzkirah ini membedah tuntas peristiwa tersebut dengan pisau analisis geopolitik dan landasan teologis Islam yang kokoh. Allah sudah mengingatkan dalam Surah Ali Imran ayat 118. Tapi para penguasa itu tak peduli. Hasilnya? Qatar diserang sekutunya sendiri, Palestin dibantai, dan para pemimpin Arab hanya bisa gigit jari.



Tadzkirah ini menunjukkan dengan jelas bukti-bukti pengkhianatan yang dilakukan oleh AS-Israel dan para sekutu lokal mereka. Sebuah pengingat keras bahwa melanggar prinsip loyalitas dalam Islam hanya akan membawa kehancuran. Sudah saatnya kita belajar dari kesalahan ini.

📜 Rangkuman


🌍 Bagian 1: Konteks Peristiwa – Serangan terhadap Qatar dan Realitas Politik Global

1.1. Fakta Serangan dan Ironi Aliansi

Peristiwa: Dua hari sebelum kuliah, terjadi serangan Israel terhadap Qatar.

Ironi Besar: Qatar merupakan host bagi pangkalan militer Amerika Serikat yang besar, dan AS adalah sekutu serta pelindung (protector) utama Israel.

Tesis Utama: Fakta ini menunjukkan bahwa memberikan konsesi dan ruang kepada kekuatan hegemonik tidak menjamin keamanan atau membeli loyalitas mereka. Sebaliknya, hal itu justru bisa dimanfaatkan.

1.2. Posisi Negara-Negara Arab: Antara Perlindungan dan Pengkhianatan

  • Qatar: Digambarkan sebagai negara yang terpuji karena banyak memberikan perlindungan kepada para pejuang Islam, berbeda dengan negara Arab lainnya.

  • Mesir: Dikritik keras. Meskipun memiliki Al-Azhar sebagai pusat ilmu Islam, negara ini disebut sebagai "pembuli" para pejuang Islam yang banyak dibunuh. Persekongkolan (collusion) Mesir dengan Israel disebut bukan lagi rahasia, termasuk dukungan sebagian ulamanya terhadap pemerintah.

  • Uni Emirat Arab (Emirate): Dicap memiliki sikap pro-Israel yang jelas. Dicontohkan bahwa mereka cepat mengeluarkan pernyataan duka citanya atas insiden pembakaran bus di Israel, tetapi sangat jarang bersimpati atas ratusan ribu rakyat Palestina yang mati.

PEMERINTAHAN YANG ADIL

Ditulis oleh:
Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis

Pemerintahan yang adil itu keberkahannya dirasakan oleh setiap lapisan rakyat. Ini seperti kata Muhammad bin Ka‘ab al-Qurtubi ketika diminta oleh ‘Umar bin Abd al-Aziz untuk menyifatkan keadilan pemerintah, beliau berkata:

كُنْ لِصَغِيرِ النَّاسِ أَبًا ، وَلِكَبِيرِهِمْ ابْنًا ، وَلِلْمِثْلِ مِنْهُمْ أَخًا ، وَلِلنِّسَاءِ كَذَلِكَ ، وَعَاقِبْ النَّاسَ بِقَدْرِ ذُنُوبِهِمْ عَلَى قَدْرِ احْتِمَالِهِمْ وَلَا تَضْرِبَنَّ لِغَضَبِك سَوْطًا وَاحِدًا فَتَكُونَ مِنْ الْعَادِينَ

“Jadilah engkau ayah bagi yang muda, anak bagi yang tua, saudara bagi yang sebaya. Demikian juga kepada wanita. Hukumlah manusia sesuai dengan kadar kesalahan dan kemampuan mereka. Janganlah engkau memukul karena kemarahanmu walau satu pukulan, nanti engkau termasuk dalam golongan yang melampaui batas.”

(Ibn Muflih, Al-Adab al-Syar‘iyyah, 1/202)

Pemerintah bukan godfather bagi para pengusaha besar yang menjadi pengampu, dan tidak menghiraukan tangisan rakyat kecil. Siapa saja yang memimpin sebuah negara, maka seluruh rakyatnya adalah di bawah tanggung jawabnya. 
Wujudkanlah saluran yang ikhlas agar suara rakyat kecil sampai ke pendengaranmu. Hapuskan para penjilat yang membohongi hingga garam dikatakan gula, pasir dikatakan beras, tangisan rakyat diberitakan sebagai senyuman balasan.

MERDEKA PADA ZAHIR, TERJAJAH PADA JIWA: KRISIS IDENTITAS UMAT ISLAM KONTEMPORER

Oleh: Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis

Walaupun kolonial Barat telah lama diusir, penjajahan gaya hidup dan pemikiran masih membelenggu umat. Jiwa yang seharusnya hanya mengabdi kepada Allah kini terikat pada sistem, tren, dan kekuasaan manusia. Jika kemerdekaan hanya berhenti pada simbol politik, maka umat tetap tawanan batiniah. Inilah ironi sejarah: tubuh bebas, tetapi hati masih dijajah.


PENGANTAR

Kemerdekaan sering diagungkan sebagai puncak martabat bangsa, namun benarkah umat Islam hari ini benar-benar merdeka? Di pentas sejarah, penjajah Barat mungkin telah diusir, bendera kebangsaan mungkin sudah dikibarkan, tetapi hakikatnya masih ramai yang menjadi tawanan ideologi, budaya, dan hawa nafsu. Pertanyaan kritisnya: apakah kita sekadar merdeka pada jasad, tetapi tetap terbelenggu pada jiwa?

Islam sejak awal diturunkan bukan hanya untuk membebaskan tanah air dari penjajahan lahiriah, tetapi lebih mendalam lagi—untuk memerdekakan jiwa manusia daripada perhambaan sesama makhluk. Ketika manusia tunduk kepada hawa nafsu, sistem Barat, atau tekanan masyarakat, hakikatnya mereka belum merdeka meskipun mengibarkan slogan kemerdekaan. Di sinilah letak provokasi intelektualnya: beranikah kita mengaku sebagai umat yang merdeka, sementara hati kita masih diikat oleh belenggu selain Allah?


📖 Rangkuman 


🟢 Makna Kemerdekaan Sejati 🕊️

  • Pertanyaan pokok: Apa arti kemerdekaan yang ditanamkan kepada generasi muda hari ini?

  • Jawaban Islam: Jiwa Muslim sentiasa merdeka – baik dijajah ataupun tidak.

  • Hakikat: Seorang Muslim adalah hamba Allah semata, bukan hamba kepada manusia.

Hikmah:

  • Ubudiyah (pengabdian) hanya kepada Allah membuat jiwa bebas dari tunduk kepada makhluk.


🟢 Risalah Islam Membawa Kemerdekaan 🌍

  • Kisah Rib‘ī bin ‘Amir di hadapan panglima Parsi:

    • Islam datang untuk:

      1. Mengeluarkan manusia dari perhambaan sesama manusia → menjadi hamba Allah.

      2. Dari kezaliman agama-agama → kepada keadilan Islam.

      3. Dari sempitnya dunia → kepada keluasan dunia & akhirat.

Dalil Qur’an:

  • أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ“Tidakkah engkau melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya?” (QS. Al-Jatsiyah: 23).

Hikmah:

  • Jika tidak jadi hamba Allah → manusia tetap jadi hamba selain-Nya (hawa nafsu, artis, idola, pemimpin).

KHAZANAH KEILMUAN ISLAM: ANTARA WARISAN ULAMA DAN BAHAYA FANATISME

Oleh: Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis - Arsip Perkampungan Sunnah Siri ke 4 Tajuk Kegemilangan Para Imam Mujtahid, Tarikh 2017


Para imam mujtahid meninggalkan warisan ilmu yang luas, saling menghormati, bahkan mengubah pandangan mereka ketika menemukan dalil yang lebih kuat. Ironisnya, sebagian umat Islam kini justru mengurung diri dalam fanatisme mazhab sempit, seakan kebenaran hanya terhimpun pada satu tokoh. Pertanyaannya, apakah kita benar-benar pewaris para ulama, atau sekadar pewaris perpecahan yang lahir dari kejahilan?

PENGANTAR

Ilmu dalam Islam bukan sekadar aksesori ibadah, tetapi fondasi yang membezakan manusia berakal dari mereka yang tenggelam dalam kegelapan kejahilan. Sejak wahyu pertama, Islam diletakkan di atas dasar pengetahuan dan hujah, menjadikan ulama sebagai pewaris para nabi dan ilmu sebagai warisan paling agung. Namun, ironisnya, di tengah umat yang memiliki khazanah intelektual seluas samudera, masih ramai yang fanatik buta pada mazhab tertentu, cepat menghukum pandangan lain sebagai “sesat,” tanpa menyedari bahawa perbedaan itu pernah lahir dari ijtihad para imam besar yang kita muliakan hari ini.

Pertanyaan provokatifnya: bagaimana mungkin kita mengaku mencintai ilmu tetapi tetap mendewakan taklid, sedangkan para imam sendiri pernah mengubah pandangan mereka demi kebenaran? Jika para tokoh agung seperti Imam Syafi‘i, Imam Malik, atau Imam Ahmad berani menanggung dera, hinaan, bahkan penjara demi mempertahankan hujah, apakah kita rela mewarisi keberanian itu—atau kita sekadar mewarisi kebiasaan bertengkar tanpa ilmu? Islam mengangkat martabat ulama bukan kerana pakaian mereka, tetapi kerana keberanian mereka menegakkan ilmu dengan sabar dan yakin.


📖 Rangkuman 


🟢 Pembukaan – Islam Agama Ilmu 📚

  • Islam bukan agama khurafat atau taklid buta, tapi agama hujah & ilmu.

  • Allah menegaskan: orang berilmu tidak sama dengan orang jahil.

Dalil Qur’an:

  • قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ (QS. Az-Zumar: 9).

  • إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ (QS. Fāṭir: 28).

Faedah:

  • Ilmu menumbuhkan rasa takut kepada Allah.

  • Kejahilan = sumber kerusakan agama.


🟢 Ilmu sebagai Tanda Kebaikan 🌟

Hadis utama:

  • Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan, Allah faqihkan dia dalam agama.” (HR. Bukhari & Muslim).

  • Nabi ﷺ hanyalah pembagi ilmu, Allah yang memberi pemahaman.

Faedah kecil:

  • Doa Nabi ﷺ: رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا (Ya Allah tambahkanlah aku ilmu).

  • Kejahilan wajib diperangi, ilmu wajib ditegakkan.

KETIKA KEMERDEKAAN HANYA SIMBOL, BUKAN SUBSTANSI

Oleh : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis

Apakah kita benar-benar merdeka, atau hanya mengganti bendera penjajah dengan bendera sendiri? Dulu umat Islam mampu menaklukkan dua imperium besar, namun runtuh karena perpecahan. Kini, meski penjajah asing telah pergi, belenggu pemikiran masih mengekang. Jika akal tetap terjajah, maka kemerdekaan hanyalah simbol yang menipu, bukan substansi yang membebaskan.

📌 Pengantar

Sejarah bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan cermin yang menyingkap wajah kita hari ini. Umat Islam pernah berdiri di puncak peradaban: Baghdad dengan perpustakaannya, Andalus dengan rumah sakit dan madrasahnya, serta pemimpin-pemimpin adil seperti Umar bin Khattab dan Ṣalāḥuddīn al-Ayyubi. Namun semua itu runtuh saat perpecahan internal merajai, hingga bangsa kecil seperti Mongol dan Belanda mampu menaklukkan umat yang besar jumlahnya. Pertanyaan tajam pun muncul: apakah benar kita telah merdeka, atau hanya sekadar berganti tuan dari penjajahan fisik ke penjajahan pemikiran?

Hari ini, kita merayakan kemerdekaan dengan gegap gempita, tapi apakah jiwa kita bebas dari belenggu cara berfikir lama? Tadzkirah ini mengetuk kesadaran bahwa kemerdekaan sejati bukan hanya berdiri di bawah bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan, melainkan membebaskan akal dari ketertinggalan, menghidupkan kembali tradisi ilmu, serta menegakkan keadilan. Inilah refleksi yang tidak nyaman, tapi justru diperlukan: bangsa yang benar-benar merdeka adalah bangsa yang tidak lagi menjadi tawanan sejarah, melainkan penulis bab baru kejayaannya sendiri. 


📖 Rangkuman Faedah Lengkap

1️⃣ Pembukaan & Hari Kemerdekaan

  • Isi: Seruan takwa (QS. Ali ‘Imran:102), pengingat kematian dalam Islam, lalu dikaitkan dengan Hari Kemerdekaan 31 Ogos. Penegasan: cinta tanah air adalah fitrah, meskipun ungkapan “hubbul watan minal iman” bukan hadits sahih.

  • Faedah:

    • Cinta tanah air adalah naluri manusiawi yang tidak bertentangan dengan agama.

    • Perayaan nasional seharusnya diikat dengan nilai ketakwaan agar tidak sekadar simbolik.


2️⃣ Cinta Tanah Air & Teladan Nabi ﷺ

  • Isi: Kisah Nabi ﷺ diusir dari Mekah → hijrah ke Madinah. Dalam riwayat Tirmidzi, Nabi menegaskan kecintaannya kepada Mekah, namun tetap berhijrah demi dakwah.

  • Faedah:

    • Teladan Nabi: patriotisme harus selaras dengan ketaatan kepada Allah.

    • Kecintaan pada negeri tidak boleh menghalangi perjuangan menegakkan kebenaran.

PERJUANGAN YANG TAK PERNAH BERAKHIR

Oleh : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis

Dalam dunia yang mengagungkan hasil instan dan status sosial, tadzkirah ini mengajak kita berhenti sejenak dan menilai ulang: apakah kita sungguh-sungguh mengejar yang hakiki, atau justru sedang tenggelam dalam tipuan dunia yang fana?


📘 Dalam hiruk-pikuk kehidupan modern yang serba cepat, manusia semakin kehilangan arah dalam memahami apa itu makna sejati dari kehidupan yang berhasil. Terlalu sering kita terperangkap dalam paradigma duniawi: mengejar gelar, kekayaan, pengaruh sosial, hingga status yang melenakan. Namun benarkah semua itu adalah indikator keberhasilan hakiki?

🌟 Tadzkirah ini menawarkan sebuah perspektif yang menggugah kesadaran—bahwa ada satu perjuangan yang tak pernah selesai, satu misi hidup yang melampaui batas usia, status, atau pencapaian duniawi: yakni perjuangan untuk menyelamatkan diri dari neraka dan meraih syurga Allah ﷻ.

📢 Dengan bahasa yang lugas namun menyentuh, tadzkirah ini mengajak kita untuk merefleksi—apa sebenarnya yang sedang kita perjuangkan setiap hari? Apakah perjuangan kita sejalan dengan tujuan akhir kehidupan menurut Islam?

💡 Bagi Anda yang tengah mencari pencerahan, motivasi, dan arah hidup yang lebih hakiki, tadzkirah ini bukan sekadar audio biasa, tapi pelita bagi jiwa. Dengarkan hingga akhir, dan rasakan bagaimana semangat perjuangan dalam diri Anda bangkit kembali—tanpa perlu menunggu usia senja.

🔥 "Jika engkau merasa letih berjuang di dunia ini, maka bayangkan satu celupan dalam syurga mampu menghapus semua luka. Tapi satu celupan dalam neraka, cukup untuk menghapus semua nikmat dunia..." —Sebuah kalimat yang akan mengguncang persepsi Anda tentang hidup.

🎧 Dengarkan sampai akhir. Ini bukan hanya tentang nasihat—tapi tentang masa depanmu.


📚 Ringkasan Faedah Tadzkirah

1️⃣ Perjuangan Hidup Tak Berakhir di Usia Tua

Meskipun seseorang telah lanjut usia, perjuangan menuju akhir yang baik (ḥusnul khātimah) tidak pernah usai. Bahkan semakin tua seseorang, perjuangannya justru makin berat karena semakin dekat dengan kematian. Ini mengingatkan pentingnya kesungguhan beragama hingga akhir hayat.

JIHAD: ANTARA DISTORSI MAKNA DAN AMANAH SYARIAT

Ketika agama dijadikan konten dan perjuangan direduksi menjadi tontonan, siapa yang masih berani berdiri menegakkan kebenaran? Tadzkirah ini membuka mata tentang hakikat jihad—bukan hanya pada medan tempur, tapi pada medan ilmu, lisan, dan jiwa. Sebuah panggilan intelektual dan spiritual bagi setiap Muslim untuk memahami perintah ini secara benar dan bertanggung jawab.

Oleh: Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis - Arsip Perkampungan Sunnah siri ke 9 05/2024

Perkampungan Sunnah Siri Ke-9, Tajuk JIHAD, MEMARTABATKAN DAKWAH MEMPERTAHANKAN UMMAH. Tarikh 3-5 Mei 2024 di Masjid Alwi Kangar Perlis. Diselenggarakan oleh Majlis Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu Perlis.


🧭 Pengantar

Dalam wacana keilmuan Islam, jihad bukanlah sekadar istilah yang diasosiasikan dengan kekerasan, tetapi merupakan konsep agung yang mencerminkan tanggung jawab seorang Muslim terhadap agamanya. Sayangnya, dalam dunia kontemporer yang dipenuhi misinformasi dan framing negatif terhadap Islam, istilah ini sering kali menjadi sumber fitnah, ketakutan, dan kesalahpahaman. Banyak Muslim hari ini enggan menyebut kata “jihad” karena khawatir dicap ekstremis, radikal, atau bahkan teroris.

Padahal, dalam Al-Qur’an dan Hadis, jihad adalah bagian integral dari keimanan yang tidak bisa dipisahkan dari karakter seorang mukmin sejati. Namun yang lebih memprihatinkan, jihad hari ini tak hanya ditolak oleh musuh Islam, tetapi juga diabaikan oleh umat Islam sendiri. Banyak yang puas dengan ibadah individual seperti shalat dan puasa, namun abai terhadap perintah berjihad dalam bentuk membela agama, menyampaikan kebenaran, dan menghadapi penyimpangan dengan hujah yang ilmiah.

Tadzkirah ini hadir untuk meluruskan makna jihad secara ilmiah dan ruhani, membongkar narasi-narasi menyesatkan, serta menyeru umat agar kembali menapaki jalan jihad dalam segala bentuknya—dari tangan, lisan, hingga hati. Karena jihad bukan milik kelompok tertentu, tapi kewajiban syar’i yang relevan sepanjang zaman. Jangan biarkan istilah ini hanya hidup di lisan musuh Islam, padahal ia sejatinya adalah mahkota iman.


📚 Rangkuman Faedah Ilmiah


🔹 1. Makna Jihad dalam Islam yang Komprehensif

Jihad bukan hanya bermakna peperangan fisik. Ia mencakup perjuangan dengan:

  • Harta dan jiwa (fi sabilillah) sebagai ciri mukmin sejati.

  • Lisan dan hujah, sebagaimana penekanan Al-Qur’an dalam jihadul-hujjah.

  • Hati, sebagai bentuk minimal keimanan ketika tidak mampu berbuat secara fisik.


ARTI SEBUAH HIJRAH

SAATNYA BERANI TINGGALKAN KENYAMANAN DEMI KEBENARAN

Oleh : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis

Tak semua yang nyaman itu baik, dan tak semua yang menyakitkan itu buruk. Dalam hidup, akan datang saat ketika kita harus meninggalkan sesuatu yang kita cintai—demi sesuatu yang lebih agung: kejujuran hati, kemurnian iman, dan keridhaan Allah. Tadzkirah ini bukan sekadar kisah pindah tempat, tapi ajakan untuk menilai ulang siapa yang ada di sekeliling kita, dan sejauh mana mereka mendekatkan atau menjauhkan kita dari surga.  


📘 Pengantar 

Dalam perjalanan sejarah umat Islam, hijrah Nabi ﷺ dari Makkah ke Madinah bukan hanya sebuah peristiwa perpindahan geografis. Ia adalah simbol perubahan arah hidup: dari kompromi menuju prinsip, dari keterikatan dunia menuju keterikatan kepada Allah.

Namun, sayangnya, makna hijrah dalam kehidupan modern sering direduksi menjadi simbolisme seremonial—arak-arakan, peringatan tahunan, atau jargon perubahan. Padahal, inti hijrah adalah keberanian spiritual untuk meninggalkan apa pun yang menghalangi kita dari kebenaran, meski itu berarti meninggalkan sahabat, keluarga, status, atau zona nyaman kita sendiri.

Tadzkirah ini mengurai hakikat hijrah sebagai proses memilih kebenaran meski harus kehilangan banyak hal. Lebih dalam lagi, ia menyentuh satu hal yang sering kita abaikan: betapa kuatnya pengaruh lingkungan dan teman terhadap nasib akhir kita.


📚 Ringkasan Faedah Tadzkirah


1️⃣ Hijrah adalah Keputusan Berani Meninggalkan Lingkungan yang Merusak

Hijrah bukan hanya berpindah tempat, tapi meninggalkan suasana yang menghalangi kita dari hidup dalam iman. Bahkan jika tempat itu memiliki nostalgia, nilai sejarah, atau kenyamanan duniawi, hijrah mengajarkan bahwa ridha Allah lebih penting daripada kenyamanan manusia.

🌿 “Hijrah adalah pilihan spiritual: meninggalkan tempat atau lingkungan yang menyesatkan demi kehidupan yang lebih dekat dengan Allah.”


TANPA ZIKIR, KAU HANYA BONEKA DUNIA YANG MENUNGGU HANCUR

Oleh : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis - Arsip 01-2023, Program Ziyarah Jabatan Mufti Negeri Perlis ke Masjid-masjid

Di dunia yang serba cepat dan penuh tekanan ini, ramai orang mencari "jalan pintas" untuk merasa bahagia, tenteram, dan sukses. Ada yang berlari mengejar harta, ada yang haus pujian manusia, ada yang penat menyesuaikan diri hanya demi diterima ramai.

Namun hakikatnya, makin dikejar, makin penat. Makin diburu, makin kosong. Dunia menawarkan begitu banyak kesibukan, tapi hanya sedikit yang memberikan kedamaian. Apa sebabnya? Kerana manusia lupa pada satu kunci utama yang sering kita abaikan: ZIKIR — mengingati Allah.

Note: jika dalam audio disebut istilah Mat Salih (istilah Melayu), maksudnya adalah orang putih atau bule.



📖 Zikir: Lebih dari Sekadar Lafaz, Ia Kunci Ketenangan dan Rahasia Keajaiban Hidup

Dalam sebuah sesi istimewa di Program Ziarah Jabatan Mufti Perlis, bersama Mufti SS Dato’ Prof. Dr. MAZA, terungkap hakikat, rahasia, dan keajaiban zikir yang sering kita remehkan. Bahkan lebih dalam dari itu, beliau mengingatkan: Jangan jadikan zikir sekadar lafaz lidah, tapi hadirkan Allah dalam hati.

Zikir bukan jampi, bukan mantera untuk kekayaan atau populariti. Ia adalah penghubung antara kita dengan Sang Pencipta. Zikir bukan sekadar “kiraan” berapa kali kita lafazkan, tetapi bagaimana ruh kita hadir bersama Allah setiap kali bibir ini menyebut nama-Nya.

Kalau anda rasa hidup penuh resah, dunia makin sempit, jalan terasa buntu, mungkin sudah saatnya anda kembali kepada kekuatan paling purba dalam diri seorang Muslim: ZIKIR.

📌 Berikut ringkasan komprehensif dari kajian penuh tersebut — lengkap dengan hikmah, dalil, dan pengalaman spiritual. 


✍️ RINGKASAN POIN-POIN UTAMA

  1. Definisi Zikir

    • Zikir bermaksud mengingati Allah. Bukan hanya lafaz di lidah, tetapi hadirnya hati bersama Allah.

    • Imam Nawawi menyebut dalam Al-Adzkar:
      الذكر هو حضور القلب مع الله
      “Zikir itu menghadirkan hati bersama Allah.”

  2. Tujuan Agama

    • Seluruh amalan dalam agama — solat, puasa, zakat, haji, sedekah — semuanya bertujuan mendekatkan diri kepada Allah.

    • Jika seorang Mufti, Syekh, bahkan penceramah agama sekalipun tidak menghadirkan Allah dalam diri, maka sia-sia amalnya.

    • “Kalau sapu sampah pun, tapi hati sentiasa ingat Allah — dia lebih baik daripada yang alim tapi lalai.”

KETIKA KEBENARAN MENJADI TERANG DI TENGAH DUNIA YANG MEMBINGUNGKAN

Oleh: Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis

Mengapa ada orang yang terus merasa kosong meskipun sukses? Mengapa sebagian lainnya terlihat tenang, meski dunia tidak memihak? Tadzkirah ini menjelaskan bahwa kunci membedakan hak dan batil, pahit dan manis, serta kesuksesan sejati dalam hidup adalah satu: Al-Furqan, yakni Al-Qur’an yang mampu menanamkan kejelasan dan rasa yang benar dalam jiwa manusia.


✨ Dalam lintasan sejarah dan kehidupan manusia, kemampuan membedakan antara yang hak dan batil bukanlah kelebihan biasa—melainkan anugerah Ilahi yang menentukan arah hidup seseorang. Itulah hakikat Al-Furqan, salah satu nama agung dari Al-Qur’an. Sebuah kitab yang bukan hanya diturunkan sebagai bacaan suci, tapi sebagai instrumen perubahan persepsi dan jiwa.

Tadzkirah ini membedah dengan sangat menyentuh bagaimana Al-Qur’an menjadi "furqan" sejati—pembeda mutlak antara kebenaran dan kepalsuan. Betapa banyak manusia hari ini yang tidak bisa lagi membedakan antara jalan yang membawa ketenangan dan jalan yang menyesatkan, karena kehilangan rasa batin yang sehat.

Sebagian dari kita mengejar dunia tanpa henti, tetapi tetap merasa kosong. Yang lain mencapai puncak, namun kehilangan arah. Dalam kondisi seperti ini, fungsi Al-Qur’an bukan sekadar sebagai teks, tetapi sebagai "penyaring batin" yang menanamkan rasa dan arah hidup yang benar.


📚 Ringkasan Faedah Tadzkirah

1️⃣ Al-Qur’an Menjadi Furqan: Kemampuan Membeda yang Menyelamatkan

Al-Furqan berarti kemampuan membedakan antara yang benar dan salah. Tanpa furqan, manusia kehilangan arah. Bahkan mengenali rumah sendiri atau pasangan sendiri pun bisa keliru—apakah lagi dalam memahami hakikat hidup? Al-Qur’an diturunkan untuk menghidupkan kembali fungsi ini dalam jiwa manusia.

🌿 “Jika seseorang membaca Al-Qur’an tapi tidak bisa membedakan antara yang hak dan batil, maka sejatinya ia belum benar-benar membaca Al-Qur’an.”


TIADA PERANTARA: AGAMA YANG MURNI, AKIDAH YANG LURUS

Ketika agama dibajak oleh kepentingan segelintir manusia dan perantara dijadikan jalan untuk menguasai jiwa umat, maka sudah saatnya kita kembali kepada fitrah Islam: menghubungkan hati dengan Allah secara langsung—tanpa perantara, tanpa perniagaan atas nama ketuhanan. Tadzkirah ini adalah panggilan untuk membongkar eksploitasi berkedok agama dan mengembalikan akidah kepada jalur yang murni, sebagaimana dibawa oleh para Nabi.

Oleh : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis


📘 Dalam sejarah panjang agama-agama di dunia, salah satu penyimpangan paling serius adalah hadirnya “orang tengah” yang mengaku sebagai satu-satunya jalan penghubung antara manusia dan Tuhan. Mereka menjadi juru bicara surga, penjaga kebenaran, bahkan penjaga pintu taubat—hingga umat merasa tak layak berdoa kecuali lewat mereka. Sayangnya, realita ini juga menyelinap ke tengah umat Islam.

Tadzkirah ini mengupas dengan tajam fenomena eksploitasi agama oleh sebagian golongan yang menjadikan konsep perantara (wasilah yang batil) sebagai alat manipulasi. Mereka menjual citra "kesucian" dan "kedekatan dengan Tuhan", lalu memonopoli harapan dan ketakutan umat. Akibatnya, sebagian umat mulai merasa bahwa hubungan mereka dengan Allah terlalu jauh, dan hanya bisa ditempuh melalui para wali, tok guru, atau bahkan kubur.

Padahal Islam datang sebagai agama yang memuliakan akal dan membebaskan jiwa. Allah ﷻ membuka pintu-Nya untuk setiap hamba—tanpa sekat, tanpa birokrasi ruhani. Islam tidak mengenal konfesi dosa kepada manusia, tidak mengenal syarat berdoa melalui jasad tertentu, dan tidak memberi otoritas apapun kepada siapa pun untuk menjadi “perantara tetap” antara manusia dan Tuhan.

Tadzkirah ini bukan hanya kritik terhadap penyimpangan, tetapi juga seruan untuk kembali kepada kemurnian akidah tauhid, sebagaimana firman Allah ﷻ dalam Surah Az-Zumar:

أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ
"Ketahuilah, hanya bagi Allah-lah agama yang murni (bersih dari syirik)." (Az-Zumar: 3)

Jika Anda pernah merasa harus melalui “orang suci” untuk bisa didengar oleh Allah, maka tadzkirah ini akan menjadi lentera untuk membebaskan hati Anda—dan menyambung kembali hubungan ruhani langsung dengan Rabbul ‘Ālamīn.


📚 Ringkasan Faedah Tadzkirah

1️⃣ Agama Islam: Hubungan Langsung dengan Allah

Islam adalah agama yang memuliakan hubungan langsung antara hamba dan Tuhannya. Tidak ada keperluan untuk perantara ruhani dalam berdoa, bertobat, atau mendekatkan diri kepada Allah. Semua hamba memiliki akses setara untuk bermunajat langsung kepada-Nya.

🌸 "Tidak ada mufti, ustadz, wali, atau guru agama yang menjadi perantara mutlak antara manusia dan Allah. Yang ada hanyalah amal dan doa yang ikhlas."


2️⃣ Penolakan terhadap Budaya Pengakuan Dosa kepada Manusia

Islam tidak mengenal ritual seperti pengakuan dosa di hadapan sesama manusia (confession). Bahkan ketika seorang sahabat mengaku berbuat salah, Nabi ﷺ tidak menghukumnya melainkan mengarahkannya kepada pertaubatan dan kebaikan sebagai penebus.

💬 "Kebaikan itu memadamkan kejahatan."


MEMAHAMI ISU KONSER DI SAUDI SECARA ILMIAH DAN BERIMBANG

Isu konser dan hiburan publik di Arab Saudi telah menimbulkan berbagai reaksi, mulai dari kritik tajam hingga tuduhan terhadap para ulama dan mazhab tertentu. Tadzkirah dari Shahibus Samahah Mufti Negeri Perlis ini mengajak umat untuk melihat permasalahan ini secara adil, ilmiah, dan proporsional—dengan menimbang peran ulama, batasan tanggung jawab agama, serta dinamika sosial yang sedang berlangsung. Saatnya memahami realitas tanpa prasangka dan menghindari kesalahan dalam menilai agama melalui kacamata politik sempit.

Oleh : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis


🎧 Konser, Ulama, dan Kemunafikan Kritik: Saat Tudingan Agama Menjadi Senjata Politik

Dalam dunia yang semakin terpolarisasi antara simbol keagamaan dan tekanan liberalisme global, peristiwa semisal konser musik di Arab Saudi mudah menjadi bahan bakar perdebatan panas. Sebagian langsung menyimpulkan bahwa munculnya hiburan publik di negeri yang dikenal ketat dalam agama adalah bukti “penyimpangan akidah Salafi”, “gagalnya ulama Saudi”, atau “kemunafikan Wahabi”.

❗Namun, pertanyaannya: apakah adil jika sebuah sistem keilmuan dan tradisi keulamaan dijatuhkan hanya karena praktik sosial yang tidak mewakili prinsip tersebut secara sah? Apakah kita siap menggunakan logika yang sama terhadap negeri-negeri Muslim lain yang penuh maksiat, meskipun mengklaim bermazhab Ahlus Sunnah yang moderat?

Tadzkirah ini mengajak kita untuk:

  • 📌 Membedah logika sesat di balik tuduhan-tuduhan simplistik terhadap Saudi.

  • 📌 Memahami kompleksitas masalah sosial-keagamaan di dunia Islam modern.

  • 📌 Menyadari pentingnya pendekatan reformis yang seimbang dalam menghadapi perubahan zaman.

💡 Anda akan dibimbing untuk melihat isu ini bukan dari kacamata fanatik sektarian, tetapi dari kerangka maqasid syariah, prinsip keilmuan, dan keadilan berpikir. Tadzkirah ini bukan sekadar pembelaan terhadap negara atau mazhab tertentu, melainkan upaya membangun kesadaran umat agar tidak memperalat agama untuk menyudutkan sesama Muslim.

🎧 Dengarkan versi lengkap audionya agar Anda tidak terjebak dalam retorika cetek yang hanya mengulang-ulang tuduhan tanpa dasar ilmiah.


📝 RANGKUMAN FAEKAH LENGKAP & DETAIL


1️⃣ Kesalahan Metodologis dalam Menyalahkan Ulama karena Maksiat Pemerintah

Tadzkirah ini diawali dengan kritik terhadap kecenderungan sebagian pihak yang menyamaratakan dosa pemerintah dengan mazhab atau ulama yang ada di wilayah tersebut.

🔎 Contoh-contoh yang dikemukakan:

  • Di Mesir, meskipun pusat Azhariyah kuat, praktik maksiat (tarian gelek, penipuan wisata, prostitusi) tetap banyak — namun tidak ada yang menyalahkan Asy’ariyah atau ulama Al-Azhar.

  • Di Malaysia, meskipun mayoritas bermazhab Syafi’i, tempat maksiat seperti kasino Genting tetap ada — tetapi tak seorang pun menyalahkan mazhab Syafi’i.

📌 Faedah: Kita tidak boleh menyandarkan perilaku sosial atau politik suatu negeri kepada ulama dan ajaran resmi mereka, kecuali ada bukti bahwa ulama itu membenarkannya.


DI UJUNG NAFAS, KITA AKAN PULANG

Sebuah perenungan mendalam tentang kematian, kehilangan, dan harapan abadi — ketika dunia tak lagi menggenggam kita, dan cinta sejati menanti di sisi Tuhan. Dengarkan kisah yang tak hanya menjawab rasa takutmu, tapi juga memulihkan rindumu.

Oleh : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis - Arsip 07/2025

🚨 Pernahkah kamu membayangkan detik terakhir dalam hidupmu? Siapa yang akan menangis? Apa yang akan ditinggalkan? Dan… apa yang akan kamu bawa?

🔔 Tadzkirah ini bukan sekadar membicarakan tentang kematian sebagai penutup kehidupan, tapi juga membuka mata bahwa kematian adalah awal dari perjumpaan hakiki dengan Allah, keluarga, dan cita-cita abadi kita.

📚 Dalam kehidupan modern yang sibuk dan hiruk-pikuk ini, manusia sering lupa bahwa kematian bukan hanya fakta biologis, tapi momen sakral yang memiliki dimensi aqidah, fiqh, akhlak, bahkan psikologi dan sosial.

🎧 Tadzkirah ini bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk menyadarkan.

Kematian ternyata bisa jadi:

  • Obat bagi kesedihan terdalam 🩹

  • Peneguh iman di tengah ketidakadilan ⚖️

  • Harapan untuk pertemuan kembali bersama orang tercinta di Surga 🕌💞

💡 Apakah kamu pernah merasa tidak mampu membalas perlakuan buruk orang yang berkuasa? Percayalah, kematianlah yang membuktikan semua akan kembali pada keadilan Allah. Kematian adalah jawaban bagi yang terzalimi.

🌈 Bahkan dalam duka, kematian memberi harapan:

“Kita akan bertemu kembali di tempat yang lebih baik.”

💬 Tadzkirah ini bukan hanya untuk didengar, tapi untuk direnungkan. Dengarkan hingga akhir, dan kamu akan menemukan:

  • Bagaimana syurga menjadi tempat reuni abadi bersama orang yang kita cintai 🌺

  • Mengapa mengenang si mati dengan doa dan amal lebih penting daripada menyimpan barang-barangnya 📿

  • Mengapa syurga tak hanya menjawab kebutuhan, tapi juga keinginan tersembunyi kita yang dulu pernah kita lupa 🕊️

🔥 Jangan lewatkan audio penuh tadzkirah ini. Bisa jadi, ini adalah pesan yang akan menyentuh bagian terdalam dalam jiwamu.


📝 RINGKASAN ISI TADZKIRAH

📌 1. Realitas Kematian: Kecil bagi Alam, Besar bagi Individu

  • Kematian mungkin hal biasa bagi perjalanan alam semesta, tapi sangat besar bagi manusia sebagai individu.

  • Kematian memutuskan harapan dan cita-cita, membuat banyak urusan dunia tak lagi relevan.

📌 2. Fungsi Kematian dalam Kehidupan Beriman

  • Karena adanya kematian, manusia menjaga ibadah dan meninggalkan larangan.

  • Kematian menjadi kontrol alami agar manusia tidak hidup sembarangan.

  • Kesedihan karena kematian bisa menjadi obat hati, karena ia mengingatkan bahwa keadilan Allah akan berlaku untuk semua.

LUKA SEJARAH YANG SARAT HIKMAH

Perang antar sahabat bukan untuk kita hakimi, apalagi dijadikan bahan hujatan. Ia adalah babak sejarah yang menyayat hati, namun sarat hikmah bagi generasi setelahnya. Di balik perpecahan para tokoh surga ini—Ali, Aisyah, Thalhah, dan Zubair—tersimpan pelajaran besar tentang akhlak, ukhuwah, dan cara menyikapi perbedaan. Tadzkirah ini bukan untuk mengungkit luka, tapi mengajak kita menyalakan pelita hikmah: agar kita tidak mengulang luka yang sama. Karena sejarah umat Islam bukan sekadar deretan kemenangan, tapi juga luka yang hanya bisa disembuhkan oleh ilmu, adab, dan empati. Maka, jangan warisi amarahnya, tapi warisi hikmahnya.

Oleh : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis


Ketika Sahabat Berselisih: Luka Sejarah yang Tak Kita Abaikan, Tapi Juga Tak Kita Hakimi

Sejarah umat Islam bukan hanya berisi kemenangan, tapi juga luka-luka besar yang masih membekas hingga hari ini. Salah satunya adalah konflik yang terjadi di antara para sahabat Nabi ﷺ — orang-orang terbaik, murid langsung Rasulullah, yang mencintai Islam dengan sepenuh jiwa.

Tadzkirah ini tidak mengajak untuk mengungkit aib atau membuka ruang celaan, melainkan mengajak kita memahami dengan hati yang lapang dan akal yang adil:

  • Mengapa terjadi fitnah besar setelah wafatnya Utsman bin Affan?
  • Apa yang sebenarnya terjadi antara Sayyidina Ali, Aisyah r.a., Thalhah dan Zubair?
  • Bagaimana kita menyikapi peristiwa menyakitkan ini sebagai Muslim masa kini?

Kita semua mencintai para sahabat Nabi ﷺ. Mereka manusia — mereka bisa berselisih. Tapi mereka juga orang yang paling dekat dengan Allah dan Rasul-Nya. Daripada mewarisi kebencian, marilah kita warisi pelajaran: (1) Jaga lisan, jaga hati. (2) Utamakan ukhuwah di atas perbedaan. (3) Jadikan sejarah sebagai guru, bukan senjata.

📌 Ringkasan Poin-Poin Utama : 

1. Fitnah Besar Dimulai dengan Pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan

  • Utsman dibunuh secara keji dalam keadaan berpuasa dan membaca Al-Qur’an.
  • Para sahabat ingin membelanya, tapi beliau menolak pertumpahan darah terjadi demi dirinya.

2. Kekosongan Kepemimpinan Memicu Kekacauan

  • Selama sekitar 40 hari, umat Islam tidak memiliki khalifah.
  • Kelompok pemberontak mendesak para tokoh sahabat (Thalhah, Zubair, dan Ali) untuk memimpin.

3. Ali bin Abi Thalib Diangkat Menjadi Khalifah dalam Situasi Penuh Fitnah

  • Ali menanggung beban berat dengan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar.
  • Ia memilih menunda hukuman terhadap pembunuh Utsman demi stabilitas umat.

4. Sebagian Sahabat Menuntut Keadilan untuk Utsman Segera

  • Thalhah, Zubair, dan Aisyah r.a. mendesak penegakan hukum atas pembunuh Utsman.
  • Mereka keluar menuju Basrah untuk membangun konsensus, bukan dengan niat perang.

BELAJAR ISLAM DARI NEGERI NON-MUSLIM: REFLEKSI TAZKIRAH DARI KIGALI, RWANDA

Saat kita mengira bahwa Islam hanya bernafas di negeri-negeri Muslim, Kigali — ibu kota Rwanda — justru memberi kejutan: kota bersih, masyarakat tertib, dan ulama Muslim berdialog damai dengan pemerintah yang non-Muslim. 

Oleh: Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis - Arsip Kunjungan Kerajaan ke Rwanda dan Kenya , 07/2025



🌍 Islam dalam Nilai, Bukan Sekadar Nama: Belajar dari Negeri yang Kita Remehkan

Dalam banyak ayat dan atsar, Islam memerintahkan tegaknya nilai-nilai moral dan sosial yang universal—bukan sekadar simbol, struktur, atau status keagamaan. Allah ﷻ berfirman dalam Surah An-Naḥl:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat ihsan (kebaikan sempurna).” (QS. An-Naḥl: 90)

Ayat ini merupakan landasan agung bagi tatanan masyarakat, di mana keadilan adalah fondasi dan ihsan adalah puncaknya. Dalam lanjutan tafsir ayat ini, para ulama menjelaskan bahwa negara atau masyarakat mana pun yang menegakkan dua unsur ini—adil dan ihsan—akan diberi keteguhan dan keberlangsungan, meskipun secara formal mereka bukan Muslim.

🧠 Hal ini ditegaskan pula oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah رحمه الله dalam kaidah sosial-politik yang tajam dan tak lekang oleh zaman:

إِنَّ اللَّهَ يُقِيمُ الدَّوْلَةَ العَادِلَةَ وَإِنْ كَانَتْ كَافِرَةً، وَيُهْلِكُ الدَّوْلَةَ الظَّالِمَةَ وَإِنْ كَانَتْ مُسْلِمَةً

“Sesungguhnya Allah akan menegakkan negara yang adil walaupun kafir, dan Allah akan menghancurkan negara yang zalim walaupun Muslim.” (Majmū‘ al-Fatāwā 28/146)

Pernyataan ini membuka mata kita bahwa keberlangsungan suatu bangsa tidak bergantung pada label agama, tetapi pada konsistensinya dalam menegakkan keadilan dan menjauhi kezaliman.

Rwanda, negara kecil di Afrika Timur yang bukan negara Muslim, dan presidennya seorang Katolik, justru memberi pelajaran moral yang menyentak:
• Kota bersih dan bebas dari plastik
• Masyarakat tenang dan tertib
• Pemerintah tegas namun berwibawa
• Sistem sosial berjalan tanpa kekacauan

Semua itu terjadi tanpa adanya jargon “syariah” di konstitusi mereka. Tapi nilai-nilai Islam seperti kebersihan, amanah, dan ketertiban hidup dalam praktik sehari-hari.

Sementara itu, tak sedikit negeri yang mayoritasnya Muslim malah dirundung krisis: korupsi sistemik, kerusuhan politik, layanan publik yang kacau, dan umat sibuk bertengkar atas nama agama—tapi lupa menegakkan keadilan dan ihsan yang diperintahkan Tuhan mereka.

📌 Tazkirah ini bukan ajakan untuk membandingkan secara kasar antara Muslim dan non-Muslim, tapi refleksi kritis terhadap kondisi internal umat. Bahwa selama kita masih mengira Islam cukup diwakili oleh nama, simbol, atau orasi politik—dan bukan oleh nilai yang hidup dalam masyarakat—maka kita akan terus tertinggal dari mereka yang justru menjalankan prinsip-prinsip Islam meski tak mengakuinya.

📣 Maka, inilah saatnya kita bertanya jujur:

Apakah kita masih pejuang Islam sejati, atau sekadar pewaris identitas kosong?

 


📚 Ringkasan Faedah Lengkap: “Tazkirah dari Kigali, Rwanda”

1️⃣ Rwanda sebagai Cermin Sosial: Disiplin dalam Realita

  • Rwanda kini bersih, tertib, dan bebas dari plastik sekali pakai. Pemerintah menegakkan aturan dengan tegas, rakyat mematuhinya dengan tenang.

  • Meskipun bukan negara Islam, nilai-nilai yang diamalkan mencerminkan ajaran Islam — terutama dalam kebersihan, keteraturan, dan ketenangan sosial.


2️⃣ Genosida 1994 dan Kebangkitan Nasional

  • Rwanda pernah luluh lantak akibat konflik suku Hutu-Tutsi yang menewaskan hampir 1 juta jiwa.

  • Namun dengan kepemimpinan yang tegas dan rekonsiliasi nasional, negara ini bangkit dan menjadi model keteraturan.

  • Pelajaran: kesatuan dan visi kepemimpinan bisa mengubah bangsa yang hancur menjadi simbol kemajuan.


KHURAFAT DIBUNGKUS DAKWAH: SAAT AGAMA MENJADI ALAT MANIPULASI

Oleh :
Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA
Mufti Kerajaan Negeri Perlis
Arsip 07/2025

🎙️ 🧠 Kalau agama menjadikanmu makin tak logis, bisa jadi yang kamu ikuti bukan Islam… tapi kultus terselubung.

Di zaman serba canggih ini, kita masih melihat fenomena aneh yang terus berulang:

  • Orang-orang memuja “ustaz spesial” seolah perkataannya lebih tinggi dari wahyu,

  • Habib-habib yang menjual jubah dan air bekas minumannya seharga ratusan ribu,

  • Motivator agama yang menggabungkan zikir dengan “energi semesta” dan teori bisnis angin-anginan 🌀

Lebih menyedihkan lagi, semua itu dibungkus dengan dalih “ajaran Islam”. Padahal, Nabi SAW datang untuk memurnikan tauhid, bukan menambah ritual khayalan. Nabi menolak keras segala bentuk khurafat, bahkan ketika itu bisa menaikkan reputasinya sendiri.

Ceramah ini menyentil satu realitas pahit: banyak orang lebih mudah percaya kepada “kultus ulama” dibanding kepada dalil. Lebih percaya pada “berkah sandal guru” daripada petunjuk Quran. Lebih sibuk mencari keramat di batu dan kubur, daripada belajar makna sebenarnya dari ibadah dan keimanan.

📌 “Agama ini bukan milik mufti, bukan milik ustaz, bukan milik habib — tapi milik Allah. Jalan agama ini adalah jalan menuju Allah, bukan menuju popularitas guru agama.”

Dalam suasana yang santai tapi serius, materi ini membawa kita merenung:

Seberapa banyak dari “agama” yang kita yakini… sebenarnya cuma khayalan kolektif dan manipulasi dari segelintir elit agama?

🎧 Kalau kamu penasaran bagaimana cara membedakan antara iman dan ilusi, antara petunjuk dan penipuan berselimut agama, kamu wajib dengarkan sampai akhir.


✍️ Ringkasan Faedah Lengkap:

1️⃣ Tauhid vs Kultus Tokoh Agama

  • Nabi SAW tidak pernah memanfaatkan situasi untuk menambah pujian bagi dirinya.

  • Contoh saat wafatnya putra beliau (Ibrahim), terjadi gerhana matahari — namun Nabi menegaskan: gerhana bukan karena kematian siapa pun, tapi karena tanda dari Allah.

  • Pesan: Jangan jadikan kejadian alam sebagai penguat karisma tokoh. Tauhid murni menolak glorifikasi yang tak berdasar.


2️⃣ Waspada Manipulasi Agama demi Uang

  • Ada oknum yang mengaku habib atau wali, lalu menjual “air berkah”, “jubah berkah”, atau “izin spiritual” demi keuntungan pribadi.

  • Mereka menciptakan cerita aneh-aneh agar dipuja.

  • Qur’an telah memperingatkan: “Banyak dari orang berilmu agama dan ahli ibadah memakan harta manusia secara batil dan menghalangi dari jalan Allah.”


STUCK DI TEMPAT? INILAH RESEP HIDUP & ILMU DARI IMAM ASY-SYAFI’I

Arsip 12-2016, Tadzkirah untuk muslimin minoritas di Australia

Oleh :
Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA
Mufti Negeri Perlis

📜 Teks Syair:

إني رأيت وقوف الماء يفسده
إن ساح طاب وإن لم يجر لم يطبِ

والأسد لولا فراق الأرض ما افترست
والسهم لولا فراق القوس لم يصبِ

والشمس لو وقفت في الفلك دائمةً
لَمَلَّها الناس من عجمٍ ومن عربِ

والتبر كالترب ملقى في معادنهِ
والعود في أرضه نوعٌ من الحطبِ

فإذا تغرّب هذا عزّ مطلبه
وإن تغرّب ذاك عزّ كالذهبِ

📌 Terjemahan Bahasa Indonesia:

Aku melihat air yang diam akan rusak,
Bila mengalir, ia menjadi jernih, jika tidak, ia akan busuk.

Singa, kalau tidak meninggalkan sarangnya, Tak akan bisa memangsa.
Anak panah, bila tidak meninggalkan busurnya, Tak akan pernah mengenai sasaran.

Matahari, bila terus diam di tempatnya,
Akan membosankan manusia, baik dari bangsa Arab maupun non-Arab.

Emas, bila tetap di tambangnya, Akan dianggap seperti debu.
Kayu gaharu di hutan hanyalah sekedar kayu biasa, Tapi bila dibawa keluar, ia jadi berharga.

Jika seseorang pergi merantau, Martabatnya akan meningkat.
Kalau kayu gaharu saja dibawa keluar jadi mahal, Apalagi manusia yang keluar mencari ilmu — ia seperti emas murni.

📌 Konteks Puisi: Puisi ini adalah motivasi Imam Asy-Syafi’i yang menegaskan bahwa diam di satu tempat itu membusukkan jiwa dan pikiran. Hanya dengan bergerak, berpindah, mencari pengalaman baru, dan menuntut ilmu di berbagai tempat, seseorang bisa memperkaya akal, memperhalus adab, dan meningkatkan derajatnya.

📝 Catatan Tambahan: Teks ini diakui sebagai bagian dari Diwan Imam Syafi’i, sebuah kompilasi syair-syair yang disandarkan kepada beliau. Meski ada perbedaan versi teks dalam beberapa manuskrip, substansinya konsisten: anjuran keras untuk merantau demi ilmu dan kemuliaan diri.

-----------------------------------------

Pernah merasa hidup begini-begini saja? Terjebak di lingkungan yang sama, pikiran yang itu-itu juga, padahal dunia luas tak terhingga? Kalau iya, mungkin sudah waktunya kita merenungi pesan yang tajam dari Imam Asy-Syafi’i:

"Aku melihat air yang tergenang akan rusak. Kalau mengalir, ia akan jernih. Kalau tidak, ia akan busuk."

Kehidupan itu serupa air. Ia harus terus mengalir, menjelajah, berpindah tempat, merasai ragam pengalaman — baru ia akan jernih, bermanfaat, dan memberi makna. Kalau hanya diam di tempat, tak berani keluar dari zona nyaman, kita sama saja dengan air yang lama-lama membusuk.

Kisah-kisah dalam sejarah Islam, mulai dari Imam Syafi’i, Ibn Hazm, hingga Al-Asma’i, membuktikan bahwa merantau dan kembara ilmu bukan sekadar hobi, tapi keperluan untuk memperluas wawasan, memperhalus adab, bahkan memperbaiki taraf hidup.

Lebih jauh, kita diingatkan tentang hakikat hijrah dalam Islam — bukan sekadar pindah fisik, tapi pindah ke tempat di mana agama, akhlak, dan kehidupan kita bisa lebih baik. Bahkan kadang, hidup di negeri non-Muslim bisa jadi lebih Islami dalam praktiknya dibanding negeri mayoritas Muslim yang penuh korupsi dan ketidakadilan.

Ingin tahu lebih lanjut? Simak ringkasan lengkap berikut — dan bersiaplah untuk terdorong mengevaluasi: Sudah sejauh mana aku bergerak?


📌 RINGKASAN POIN-POIN UTAMA

1️⃣ Puisi Imam Syafi’i tentang Pentingnya Merantau:

إِنِّي رَأَيْتُ وُقُوفَ الْمَاءِ يُفْسِدُهُ
إِنْ سَاحَ طَابَ وَإِنْ لَمْ يَجْرِ لَمْ يَطِبِ

Air yang diam membusuk. Bergeraklah! Tinggalkan tempat asal, bermusafirlah, karena di situlah ilmu dan pengalaman baru ditemukan.

2️⃣ Hidup Itu Harus Susah Dulu, Baru Nikmat
Lelah, penat, susah payah adalah bagian dari kenikmatan hidup. Siapa takut susah, siap-siap hidupnya hambar dan tak bermakna.

3️⃣ Ibarat Singa & Anak Panah
Singa takkan jadi garang jika hanya tinggal di sarang. Anak panah takkan mengenai sasaran jika tak dilepaskan dari busur. Begitulah manusia, harus berani keluar untuk berkembang.

SEJARAH YANG SANGAT SEDIH

Tragedi Terbunuhnya khalifah Utsman dan Pertelingkahan Para Sahabat, radhiyallahu'anhum ajma'in.

Oleh :
Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA
Mufti Kerajaan Negeri Perlis



Ketika Sahabat Berselisih: Luka Sejarah yang Tak Kita Abaikan, Tapi Juga Tak Kita Hakimi

Sejarah umat Islam bukan hanya berisi kemenangan, tapi juga luka-luka besar yang masih membekas hingga hari ini. Salah satunya adalah konflik yang terjadi di antara para sahabat Nabi ﷺ — orang-orang terbaik, murid langsung Rasulullah, yang mencintai Islam dengan sepenuh jiwa.

Ceramah ini tidak mengajak untuk mengungkit aib atau membuka ruang celaan, melainkan mengajak kita memahami dengan hati yang lapang dan akal yang adil:

  • Mengapa terjadi fitnah besar setelah wafatnya Utsman bin Affan?
  • Apa yang sebenarnya terjadi antara Sayyidina Ali, Aisyah r.a., Thalhah dan Zubair?
  • Bagaimana kita menyikapi peristiwa menyakitkan ini sebagai Muslim masa kini?

Kita semua mencintai para sahabat Nabi ﷺ. Mereka manusia — mereka bisa berselisih. Tapi mereka juga orang yang paling dekat dengan Allah dan Rasul-Nya. Daripada mewarisi kebencian, marilah kita warisi pelajaran: (1) Jaga lisan, jaga hati. (2) Utamakan ukhuwah di atas perbedaan. (3) Jadikan sejarah sebagai guru, bukan senjata.

📌 Ringkasan Poin-Poin Utama Ceramah: 

1. Fitnah Besar Dimulai dengan Pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan

  • Utsman dibunuh secara keji dalam keadaan berpuasa dan membaca Al-Qur’an.
  • Para sahabat ingin membelanya, tapi beliau menolak pertumpahan darah terjadi demi dirinya.

2. Kekosongan Kepemimpinan Memicu Kekacauan

  • Selama sekitar 40 hari, umat Islam tidak memiliki khalifah.
  • Kelompok pemberontak mendesak para tokoh sahabat (Thalhah, Zubair, dan Ali) untuk memimpin.

KITA DIJAJAH BUKAN KARENA LEMAH BADAN, TAPI LEMAH AKAL & AKIDAH

Oleh :
Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA
Mufti Kerajaan Negeri Perlis


🔥 Dulu Nusantara ini penuh cerita sakti. Pedang bisa terbang, orang bisa berubah wujud, kulit kebal ditembak. Tapi… ujung-ujungnya tetap dijajah juga. Kenapa bisa begitu? Di mana salahnya kita?

Kita ini keturunan bangsa besar — tanah Nusantara dulu katanya penuh kesaktian. Ilmu pedang bisa terbang, orang bisa berubah rupa, silat kebal ditembak tak mempan. Bangga betul kita dengan cerita-cerita begitu. Konon warisan Hang Tuah lah, konon pendekar Jawa lah, sampai yang bisa terbang jadi kumbang lah. Masalahnya, semua itu cuma bikin kita terlena.

Terus terang saja — kalau sakti benar, kenapa kita bisa dijajah ratusan tahun? Negara sekecil Belanda, naik kapal berbulan-bulan, datang cuma bawa senapan dan meriam — eh kita yang punya ilmu kebal malah tunduk, dijajah sampai empat abad lebih. Itu bukti telak:

➡️ Kita sibuk kejar mistik, lupa bangun otak.
➡️ Kita larut dalam superstisi, lupa belajar strategi.
➡️ Kita asyik cari “berkat” dari benda mati, tapi lupa siapa sebenarnya yang kita sembah.

Dan jangan kira hari ini kita sudah bebas. Masih banyak di antara kita yang otaknya belum nyambung.
Salat belum selesai, imam baru salam ke kanan, sudah loncat mau cium Hajar Aswad. Katanya mau cari berkah, padahal Allah — yang nyuruh kita salat — malah kita tinggalin dulu. Ini bukan soal keras atau lembek, ini soal waras. Kalau agama kita sampai bikin kita bego, gampang ditipu, gampang hanyut, itu berarti kita gak ngerti agama yang sebenarnya.

Makanya, ceramah ini keras. Karena kalau mau jujur, ini penyakit lama yang bikin kita kena jajah, bikin kita lemah, bikin kita gampang diombang-ambing dongeng mistik, lalu bilang “ini Islam”. Padahal Islam itu syariatnya adil, rahmat, penuh hikmah dan maslahat. Kalau keluar dari semua itu, kata Imam Ibn Qayyim, “itu bukan syariat Islam, walaupun dibungkus dalil dan takwil aneh-aneh.”

Ini waktunya kita bangkit.Tinggalkan agama model “tahayul” yang bikin kita malas mikir. Balik ke Islam murni — yang bikin kita cerdas, berani, bernilai. Jangan sampai sejarah kelam itu terulang. Karena kali ini, kalau dijajah lagi, bukan hanya tubuh kita yang diperbudak, tapi otak & iman kita yang betul-betul dirantai.


✍️ Ringkasan Poin-Poin Utama

Berikut ringkasan isi ceramah dari awal sampai akhir, dikemas dengan tanda ikon supaya mudah dicerna:

🔹 Cerita tentang “kehebatan” masa lalu

  • Tanah Melayu & Indonesia dulu terkenal dengan ilmu pedang terbang, berubah wujud, silat kebal.

  • Legenda Hang Tuah vs Taming Sari, orang jadi kumbang, keris terbang — semua penuh warna mistik.

⚔️ Tapi realitanya, kena jajah juga

  • Belanda negara kecil, datang jauh naik kapal, cuma bawa senapan & meriam.

  • Tapi berhasil menjajah Indonesia lebih dari 400 tahun.

  • Karena kita terlalu percaya superstisi, lupa bangun kekuatan sejati.