Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA
Mufti Kerajaan Negeri Perlis
⚠️ Panggung Bisa Memukau, Tapi Hati yang Penuh Topeng Tak Akan Sampai ke Langit
Kita bisa berdiri di mimbar. Bisa bicara lantang atas nama dakwah. Bisa penuhi agenda penuh sorotan dan tepuk tangan. Tapi satu hal paling sulit — dan paling menentukan — bukan tentang siapa yang kita lawan. Tapi... siapa yang sebenarnya sedang kita layani: Allah, atau ego kita sendiri?
Dalam audio yang sangat jujur dan menggugah ini, dibuka sisi
yang jarang disentuh:
bahwa musuh terberat seorang dai, seorang pemimpin, bahkan seorang ulama…
adalah dirinya sendiri.
🔥 “Zuhud pada dunia
mudah. Tapi zuhud pada pangkat dan nama? Itu yang paling berdarah.”
🔥
“Kita ceramah, kita berjuang, kita aktif… tapi apakah itu semua betul-betul
Lillah? Atau sekadar demi pengakuan dan eksistensi?”
Kamu Mungkin Kuat di Luar. Tapi Apa Kabar Jiwamu di Dalam? Semua orang bisa berdiri gagah di depan manusia. Bisa lantang berdakwah. Bisa tampil seolah tahu segalanya. Tapi berapa banyak yang jujur melihat isi hatinya sendiri?
Dalam audio yang penuh kejujuran dan tamparan halus ini, seorang tokoh besar agama berbicara bukan tentang politik, bukan tentang hukum fikih, tapi tentang medan perang yang paling sulit dalam hidup: mengurus hati sendiri.
💥 "Jangan sombong
karena banyak ceramah. Bisa jadi, Allah tidak melihat apa pun dari itu."
💥
"Kamu hafal banyak hadis, banyak tampil di panggung. Tapi siapa tahu
semua itu cuma untuk nama, bukan untuk-Nya?"
Tujuan Pendidikan, Sebuah Sentuhan Nurani - Tadzkirah untuk Ayah Bunda
Di era yang penuh dengan target dan angka, mungkin tanpa sadar kita sedang memburu sesuatu yang… belum tentu bernilai. Nilai rapor naik. Ranking bagus. Lolos ke sekolah favorit. Tapi pernahkah kita bertanya:
Apakah ini benar-benar sukses… atau hanya terlihat sukses?
Ini adalah tadzkirah—sebuah sentuhan nurani. Untuk Ayah Bunda yang lelah mengejar, tapi takut berhenti. Untuk jiwa-jiwa yang ingin mendidik anak bukan hanya agar “berhasil”, tapi agar mereka menjadi pribadi yang selamat, selamat dunia… dan akhirat.
Jika hatimu pernah bertanya: “Apa tujuan sejati dari semua ini?” Maka, sempatkan telingamu untuk mendengarkan. 🌱 Karena bisa jadi, justru di antara kalimat-kalimat ini… tersimpan arah baru dalam cara kita mendidik dan mencinta. 🎧 Silakan dengarkan—dan biarkan hatimu yang menilai.
Oleh :
Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA
Mufti Kerajaan Negeri Perlis
🌪️ Ada yang hidupnya penuh harta, tapi hatinya sesak. Ada pula yang tinggal di rumah sederhana, tapi tidur malamnya penuh nyenyak. Mengapa bisa begitu?
Di tengah dunia yang penuh kebisingan, pencitraan, dan
ambisi tanpa henti, ada satu hal yang makin sulit ditemukan: ketenangan
sejati. Bukan sekadar sunyi. Bukan sekadar tidak ada masalah. Tapi ketenangan
yang membuat jiwa kita stabil meski dunia berguncang. Itulah yang disebut sakinah.
📜 Dalam audio ini, kita
tidak hanya membahas sakinah sebagai istilah Arab yang sering dijadikan nama
anak. Kita akan menggali dalam-dalam—apa sebenarnya arti sakinah dari
lisan para ulama besar, dari ayat-ayat Al-Qur'an, dari riwayat sahabat Nabi ﷺ,
dan dari kisah nyata manusia-manusia yang menemukan kedamaian justru saat
kehilangan segalanya.
💥 Ini bukan motivasi kosong. Ini adalah serangan balik terhadap
kesalahpahaman besar umat manusia zaman ini: bahwa ketenangan bisa dibeli,
disusun dengan jabatan, atau ditumpuk lewat like dan pujian.
🌿 Maisun binti Bahdal:
Ketika Hati Seorang Istri Tak Tergoda oleh Istana
Tidak semua orang menganggap istana sebagai kebahagiaan.
Tidak semua perempuan bermimpi tentang kemewahan, pakaian indah, dan pujian
dalam singgasana.
Dalam kisah yang jarang dikisahkan ini, kita diajak
menyelami sosok Maisun binti Bahdal, seorang wanita Badui dari suku Bani
Kilab, istri dari Muawiyah bin Abi Sufyan—seorang khalifah besar dalam
sejarah Islam—dan ibu dari Yazid bin Muawiyah.
“Sholat Jalan, Doa Panjang, Tapi Hidup Tetap Hampa? Mungkin Masalahnya di Sini…”
Pernah merasa begini?
Kamu bangun, wudhu, salat, baca doa... tapi tetap saja
hidupmu hambar. Mudah marah, malas bergerak, berat untuk berbagi, dan selalu
merasa kurang walau sudah punya banyak.
Katanya hati sudah bersih. Tapi kenapa masih takut berkata
benar?
Katanya cinta Allah. Tapi sedekah dua ribu saja pelitnya minta ampun.
Katanya ikut sunnah. Tapi tiap hari tenggelam dalam berita artis dan omongan
kosong.
Realitanya, banyak orang tampak baik—tapi jiwa mereka
busuk.
Yang dibahas di sini bukan teori, bukan motivasi manis, tapi
fakta yang keras:
Dalam hiruk-pikuk kehidupan yang penuh dengan godaan harta,
pangkat, dan kedudukan, sering kali kita lupa pada sesuatu yang jauh lebih
bernilai—keberkatan dan keberadaan seorang pemimpin yang membimbing kita menuju
jalan yang lurus. Kisah ini bukan hanya sebuah cerita dari sejarah, tetapi
sebuah cerminan tentang bagaimana manusia, baik di masa lalu maupun sekarang,
sering kali terjebak dalam ilusi dunia yang fana.
Cerita ini membawa kita kembali ke saat pasukan Islam meraih
kemenangan besar di Peperangan Hunayn, di mana harta rampasan perang
melimpah ruah. Namun, di tengah euforia kemenangan, muncul perasaan tidak puas
hati di kalangan para Ansar—golongan setia yang telah mengorbankan segalanya
demi Nabi dan Islam. Mereka merasa dilupakan ketika harta rampasan perang
diberikan kepada golongan yang baru memeluk Islam. Perasaan ini, meskipun
difahami secara manusiawi, mencerminkan cabaran terbesar manusia sepanjang
zaman: memilih antara dunia yang sementara atau sesuatu yang kekal dan
bermakna.
Ada orang bangga dengan amalnya.
Ada orang tenggelam dalam dosanya.
Tapi lebih banyak orang yang terjebak dalam penundaan.
"Nanti aku berubah…"
"Nanti aku tobat…"
"Nanti aku serius…"
Tapi... nanti itu tidak pernah datang.
Allah tidak menunggu kita jadi sempurna untuk menerima kita
kembali.
Yang Dia tunggu cuma satu: kita benar-benar ingin pulang.
Tadzkirah Maghrib pada Perkampungan Sunnah Siri ke 10
Oleh:
Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA
Mufti Kerajaan
Negeri Perlis
Podcast Fikrah & Hujjah siri 39
Ahli Panel : Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA (Mufti Kerajaan Negeri Perlis), Prof. Dr. Rozaimi Ramle (AJK Fatwa Negeri Perlis), Ust. Rizal (Moderator)
Tadzkirah menjelang bulan Ramadhan 1446 H / 2025
Oleh:
Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA
Mufti
Kerajaan Negeri Perlis
"المجاهد من جاهد نفسه في طاعة الله"
Mujahid (pejuang) yang sejati adalah orang yang berjihad melawan
dirinya sendiri dalam ketaatan kepada Allah. (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban, hasan)
Dalam ceramah ini, dibahas bagaimana jihad terbesar dimulai dari dalam diri kita: melawan kemalasan, hawa nafsu, dan godaan yang menjauhkan kita dari Allah ﷻ. Mari kita simak dan amalkan bersama!
Jahil
إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ، مَنْ كَذَبَ
عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Sesungguhnya berdusta ke atasku (menggunakan namaku) bukanlah seperti berdusta ke atas orang lain (menggunakan nama orang lain). Sesiapa yang berdusta ke atasku dengan sengaja, maka siaplah tempat duduknya dalam neraka.”
Dalam dunia yang dipenuhi dengan kesombongan, manusia sering kali lupa
bahwa ada kekuatan yang tak terhingga di atas segala sesuatu: kekuasaan
Allah. Tragedi yang melanda Los Angeles baru-baru ini adalah tamparan
keras bagi dunia yang selama ini menjadikan Amerika sebagai simbol
kekuatan, kekayaan, dan keangkuhan. Dua hari. Hanya dua hari yang
dibutuhkan untuk mengubah kota terkaya di Amerika menjadi puing-puing tak
berharga. Hollywood, pusat hiburan dunia, dengan semua kilau glamornya,
hangus seolah-olah Allah menurunkan api neraka untuk membungkam
kesombongan manusia.
Siapa yang bisa melawan kehendak Allah? Amerika, dengan teknologi
canggihnya, dengan Trump yang pongah menjanjikan neraka bagi Gaza dan
Timur Tengah, dipermalukan oleh satu peristiwa yang tak pernah mereka
duga. Belum 10 hari berlalu sejak ancamannya, Los Angeles—pusat megah
kebanggaan mereka—menjadi abu. Ini adalah pesan keras:
Allah tidak pernah lalai terhadap doa mereka yang tertindas.
Ingatlah firman Allah:
“Dan kebun-kebun serta harta benda mereka ditimpa tiupan angin yang
kencang, yang padanya ada api sehingga terbakar.”
(QS. Al-Baqarah: 266)
Ketika suara deru motor memecah malam, apa yang sebenarnya kita dengar?
Hiburan sesaat? Atau potret nyata generasi yang kehilangan arah? Dalam diskusi yang tajam ini, isu balap liar didekati dari sudut pandang
yang mendalam: bagaimana aktivitas ini mencerminkan krisis nilai, dan
bagaimana masyarakat, agama, serta individu dapat mengambil peran dalam
mengatasinya.
Sejarah membuktikan bahwa manusia selalu tertarik pada kecepatan dan
perlombaan, dari zaman kuda dan unta hingga era teknologi canggih. Namun,
perbedaan mencolok muncul ketika aktivitas ini melanggar batas moral dan
hukum, merugikan orang lain, serta membawa risiko besar terhadap
keselamatan. Dalam tradisi Islam, perlombaan dianjurkan hanya ketika ia
melatih ketangkasan atau memiliki manfaat nyata. Balap liar, sayangnya,
sering kali hanya menawarkan kehancuran dan penyesalan.
Apa yang terjadi ketika dunia yang kaya, penuh kemewahan, dan sombong akan
kekuatannya, akhirnya ditantang oleh sesuatu yang tak terlihat?
Los Angeles—pusat hiburan dan kekayaan dunia—baru-baru ini menjadi
saksi kedahsyatan sebuah kekuatan yang jauh di luar kendali manusia:
angin kencang yang membawa api. Dalam sekejap, ratusan ribu rumah
mewah, gedung pencakar langit, dan kendaraan-kendaraan bernilai miliaran
dolar musnah menjadi abu. Sebuah peristiwa yang membuat kita
bertanya-tanya:
Apakah ini hanya kebetulan, atau pesan langsung dari langit?
"Dan Kami timpakan angin kencang yang membawa api kepada mereka, hingga
negeri mereka terbakar." (QS. Al-Baqarah: 266)