Mufti Kerajaan Negeri Perlis
Ketika suara deru motor memecah malam, apa yang sebenarnya kita dengar?
Hiburan sesaat? Atau potret nyata generasi yang kehilangan arah? Dalam diskusi yang tajam ini, isu balap liar didekati dari sudut pandang
yang mendalam: bagaimana aktivitas ini mencerminkan krisis nilai, dan
bagaimana masyarakat, agama, serta individu dapat mengambil peran dalam
mengatasinya.
Sejarah membuktikan bahwa manusia selalu tertarik pada kecepatan dan
perlombaan, dari zaman kuda dan unta hingga era teknologi canggih. Namun,
perbedaan mencolok muncul ketika aktivitas ini melanggar batas moral dan
hukum, merugikan orang lain, serta membawa risiko besar terhadap
keselamatan. Dalam tradisi Islam, perlombaan dianjurkan hanya ketika ia
melatih ketangkasan atau memiliki manfaat nyata. Balap liar, sayangnya,
sering kali hanya menawarkan kehancuran dan penyesalan.
Isu ini lebih dari sekadar kendaraan dan kecepatan. Ini tentang arah hidup generasi muda yang terjebak dalam kebiasaan destruktif. Bagaimana seseorang bisa termotivasi untuk menempatkan hidupnya—dan nyawa orang lain—dalam bahaya? Apa yang mendorong mereka ke jalan ini? Dan bagaimana orang tua, pendidik, serta masyarakat dapat membantu mengarahkan mereka ke aktivitas yang membangun?
Pesan ini menekankan bahwa balap liar bukanlah soal kendaraan atau jalan
raya, tetapi soal pilihan hidup.
Ketika jiwa-jiwa muda dibiarkan kosong tanpa tujuan besar, hiburan
berbahaya seperti ini menjadi pengisi yang mudah. Solusinya? Mengubah energi dan semangat mereka ke arah yang bermanfaat,
memberikan alternatif yang positif, dan membangun kesadaran akan nilai
hidup.
Refleksi ini mengingatkan kita semua bahwa tugas membimbing generasi muda
adalah tanggung jawab bersama. Ini bukan sekadar seruan untuk berhenti
merusak jalan raya, tetapi ajakan untuk mengarahkan semangat muda menuju
hal-hal yang lebih besar dan bermakna.