- Salah
satu perusak nilai-nilai baik dalam kehidupan manusia saat ini adalah
ketika hal yang haram dipermudah, sementara yang halal justru dipersulit.
Padahal Islam memerintahkan kita untuk menciptakan suasana atau iklim
kehidupan yang mempersulit yang haram dan mempermudah yang halal. Inilah
tanggung jawab pemerintah dan umat, yaitu menegakkan yang makruf dan
mencegah yang munkar. Menegakkan yang makruf dilakukan dengan cara
menganjurkan, mempermudah, dan membantu menuju kebaikan tersebut.
Sementara mencegah yang munkar dilakukan dengan cara menghalangi,
melarang, dan mempersulit jalan menuju kemungkaran. Namun, jika masyarakat
saat ini justru mempersulit yang halal dan mempermudah yang haram, itu
menjadi tanda bahwa kita telah jauh dari ruh syariat Islam yang hakiki,
yang diturunkan oleh Allah s.w.t.
- Salah
satu hal yang sering dipersulit adalah urusan pernikahan. Kesulitan dalam
membangun rumah tangga ini kadang-kadang bermula dari keluarga hingga
birokrasi pihak berwenang dalam urusan agama. Berbagai macam aturan dan
prosedur yang rumit seringkali menyulitkan atau menunda keinginan pasangan
untuk mendapatkan ‘kenikmatan seksual’ secara halal. Yang lebih
menyedihkan adalah ketika kesulitan-kesulitan tersebut muncul karena
adanya kepentingan-kepentingan luar yang tidak berkaitan langsung dengan
kepentingan pasangan tersebut.
- Salah
satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah urusan kenduri pernikahan
atau walimah. Kadang-kadang, walimah dijadikan ajang kesombongan orang tua
atau keluarga, sehingga pernikahan ditunda untuk memungkinkan pesta
besar-besaran demi menjaga “status atau nama keluarga.” Hal ini
menyebabkan ada pasangan yang terpaksa menunda keinginan menikah selama
setahun bahkan bertahun-tahun. Terlebih lagi jika keluarga membebankan
seluruh biaya kepada calon pengantin. Akibatnya, calon pengantin harus
menahan “nafsu seksual” hanya demi memenuhi keinginan keluarga untuk
pamer.
Meskipun walimah dianjurkan, cukup dilakukan dengan kemampuan yang ada. Tidak harus menyembelih seekor lembu, memesan katering mahal, mengundang seluruh penduduk desa atau kota, atau mengajak semua teman. Seseorang dapat mengadakan walimah sesuai dengan kemampuannya. Seperti sabda Nabi s.a.w.:
أَوْلِمْ
وَلَوْ بِشَاةٍ
"Adakanlah walimah,
meskipun hanya dengan seekor kambing." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
- Dalam
pernikahan Rasulullah s.a.w. dengan Sofiyyah binti Huyyai, beliau
menghidangkan tamar, susu kering (al-aqith), dan lemak (ghee)
untuk para tamu. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim:
وَجَعَلَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِيمَتَهَا التَّمْرَ
وَالْأَقِطَ وَالسَّمْنَ
"Rasulullah s.a.w.
menghidangkan tamar, susu kering, dan lemak untuk walimahnya (Sofiyyah binti
Huyyai)."
Dalam riwayat lain disebutkan
oleh Anas bin Malik:
شَهِدْتُ
وَلِيمَتَيْنِ مِنْ نِسَاءِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَمَا أَطْعَمَنَا فِيهِمَا خُبْزًا، وَلَا لَحْمًا. فَمَهْ؟ قَالَ: الْحَيْسَ -
يَعْنِي التَّمْرَ - وَالْأَقِطَ بِالسَّمْنِ
"Aku menghadiri dua kali walimah istri-istri Rasulullah s.a.w. Kami
tidak makan roti atau daging." Lalu Anas ditanya, 'Jadi, apa yang kalian
makan?' Jawab Anas, 'Tamar, susu kering, dan lemak.' (Riwayat Ahmad, hasan)
Dengan kata lain, tidak ada
syarat bahwa walimah harus berupa hidangan besar atau mewah. Cukup sesuai
dengan kemampuan seseorang. Jika hanya mampu menghidangkan laksa, bihun, atau
mie, itu pun tidak masalah. Yang terpenting adalah pernikahan yang halal telah
dilaksanakan.
Jangan seperti sebagian orang
zaman dahulu, ketika anaknya mengutarakan keinginan untuk menikah, si ayah
bertanya, “Kamu sudah punya lembu untuk kenduri belum?” Akibatnya, keinginan
anak tersebut tertunda. Padahal anaknya ingin menikah dengan kekasihnya, bukan
dengan lembu. Sepatutnya, si ayah bertanya, “Kamu sudah punya pasangan belum?”
Itulah pertanyaan yang tepat. Lembu bukanlah salah satu rukun nikah.
- Lebih
menyedihkan, ada yang sampai rela berhutang, menggadaikan barang berharga,
hingga akhirnya menjadi beban setelah selesai acara pernikahan. Ada pula
yang gagal atau bahkan lari dari kewajiban membayar utang kenduri, bahkan
hingga pasangan yang menikah sudah memiliki anak. Semua ini berasal dari
sikap ingin pamer atau menjaga status, yang akhirnya terjerumus pada
perkara haram, yaitu enggan membayar utang. Padahal, jika tidak mampu,
cukup adakan kenduri sesuai kemampuan diri. Lebih baik uang tersebut dikumpulkan
untuk diberikan kepada pasangan guna memulai kehidupan baru mereka jika
mereka membutuhkannya.
- Di
zaman ini, ada pihak yang menjadikan walimah sebagai ajang pamer kekayaan
untuk ditampilkan di media sosial, bersaing dengan pernikahan orang lain,
atau meniru gaya kemewahan selebriti dan sejenisnya. Tidak salah
menjadikan hari pernikahan itu istimewa, tetapi sesuaikanlah dengan
kemampuan diri. Kehidupan yang baik setelah akad jauh lebih penting
daripada kemegahan acara pernikahan yang justru menimbulkan masalah di
kemudian hari.
- Ada
juga majlis pernikahan yang dipenuhi dengan kesombongan dalam hal daftar
undangan. Hanya orang-orang “berkelas” yang diundang, sementara
saudara-mara, teman-teman, dan tetangga yang dianggap tidak setara
ditinggalkan. Nabi s.a.w. bersabda:
بِئْسَ
الطَّعَامُ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى إِلَيْهِ الْأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ
الْمَسَاكِينُ
“Seburuk-buruk makanan adalah
makanan walimah yang hanya mengundang orang kaya dan meninggalkan orang
miskin.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).
- Namun,
jika seseorang memiliki kemampuan finansial yang besar, biaya besar untuk
acara pernikahan tidak menjadi beban baginya, dan ia melakukannya dengan
niat menunaikan sunnah walimah tanpa rasa sombong dan takabur, maka itu
adalah nikmat yang Allah berikan kepadanya.